22 February 2008

Bisnis 22-Feb-08: Harga CPO dan kedelai makin membubung


Jumat, 22/02/2008

Harga CPO dan kedelai makin membubung

JAKARTA: Harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), kedelai, dan minyak kedelai kian membubung dan terus memperbarui rekor tertingginya di pasar kemarin.

Peningkatan harga itu terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap minyak nabati dari China, serta melonjaknya harga minyak mentah hingga menyentuh rekor tertingginya di level US$101 per barel.

Dalam perdagangan kemarin harga CPO Malaysia kembali naik 1,9% hingga memperbarui rekor tertingginya menjadi 3.693 ringgit (US$1.146) per ton.

Harga kacang kedelai dan minyak kedelai untuk pengiriman Mei di Chicago kemarin masing-masing naik 1,4% menjadi US$14,3675 per bushel dan 1,2% menjadi US$0,6223 per pon.

Head of Research PT BNI Securities Norico Gaman mengatakan CPO, kedelai, serta minyak kedelai sedang booming.

"Untuk CPO, kita lihat pasokan komoditas itu dari Malaysia mulai terbatas. Dari Indonesia, peningkatan produksi juga tidak mengikuti pertumbuhan permintaan global," katanya kepada Bisnis kemarin.

Dia memprediksi kekurangan pasok terhadap CPO itu akan menyebabkan harga rata-rata komoditas itu pada tahun ini akan mencapai US$1.200 per ton daripada harga rata-rata pada tahun lalu US$830 per ton.

Beberapa pekan sebelumnya, harga CPO sempat meningkat karena dipengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia, pemasok komoditas terbesar dunia, terkait dengan penerapan tarif pungutan ekspor (PE).

Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom Bangun hal itu telah memicu pelaku pasar di bursa berjangka dunia terus memborong CPO.

"PE CPO Indonesia naik, dikhawatirkan ekspor berkurang. Dengan demikian pasokan ke negara konsumen akan berkurang juga, harga akan terdongkrak," katanya belum lama ini.

Permintaan China

Saat menyinggung permintaan komoditas China, Norico menambahkan tidak hanya mengalami peningkatan untuk komoditas CPO.

Dia mengatakan Negeri Tirai Bambu itu juga menaikkan permintaan kedelai dan turunannya, seiring dengan perubahan iklim yang mengganggu produksi komoditas itu dari produsen utama global.

Impor kedelai China, konsumen terbesar dunia, diprediksi menjadi dua kali lipat pada bulan ini menjadi 2,5 juta ton bila dibandingkan dengan periode yang sama akhir tahun lalu.

"Pasar cukup mendukung kuatnya permintaan komoditas China," kata Kenji Kobayashi, analis Kanetsu Asset Management Co, seperti dikutip Bloomberg.

Menurutnya, para pemodal di pasar keuangan saat ini memerhatikan curah hujan yang dapat menunda panen kedelai di pusat dan bagian selatan Brasil, eksportir komoditas terbesat minyak nabati setelah AS. (berliana.elisabeth @bisnis.co.id/adhitya@bisnis.co.id)

Oleh Berliana Elisabeth S. & Adhitya Noviardi
Bisnis Indonesia

bisnis.com

No comments: