31 January 2008

Kompas 31-Jan-08: Baihaki, Kedelai dan Kontrak Hidup Miskin

Baihaki, Kedelai dan Kontrak Hidup Miskin
KOMPAS/YENTI APRIANTI / Kompas Images
Prof Dr Achmad Baihaki
Kamis, 31 januari 2008 | 01:48 WIB

Yenti Aprianti

Pada masa mudanya, Prof Dr Achmad Baihaki (73) pernah makan ”daging babi”. Tetapi daging itu halal buat orang Muslim sebab tidak berasal dari hewan babi, tetapi dari kedelai. Tak hanya ”daging babi”, dia juga pernah makan ”daging sapi”, ”daging ayam”, dan ”es krim”. Semuanya berbahan kedelai.

Baihaki mengonsumsi makanan tiruan dari kedelai tersebut pada tahun 1971 hingga 1978. Saat itu dia tengah kuliah tingkat magister dan doktor bidang plant breeding atau pemuliaan tanaman di University of Minnesota, Amerika Serikat.

Ketika itu AS sudah mampu membuat makanan tiruan seperti itu. Meski sama-sama terbuat dari kedelai, tetapi rasa, aroma, tekstur, bentuk, dan warna makanan tersebut bisa seperti makanan aslinya. AS juga sudah memproduksi makanan dari kedelai seperti tempe, tahu, tauco, dan berbagai kue, bahkan kosmetik.

Sejak tahun 1970-an AS sangat serius di bidang pertanian dan industri kedelai. Saat itu mereka sudah menargetkan tahun 2002 akan menguasai perkedelaian dunia. Target itu dipancang berdasarkan penelitian America Soybean Association bahwa kedelai akan menjadi ”emasnya tanah” (the gold of soil) dan sumber protein masa depan dunia (the future protein of the world).

AS meningkatkan pertanian kedelai tidak hanya untuk kebutuhan pangan, tetapi juga guna membuat biofuel atau bahan bakar dari minyak nabati sebagai antisipasi makin terbatas cadangan dan mahalnya harga bahan bakar minyak bumi. Saat itu AS menargetkan menaikkan produktivitas dari 2,2 ton kedelai per hektar menjadi 3,8 ton per hektar. Pada tahun 2007 negara itu sudah berhasil memproduksi 1,8 juta ton biofuel dari kedelai dan jagung.

Kedelai dan lingkungan

Sejak mendalami bidang pertanian, Baihaki sudah menyadari pentingnya sumber protein bagi keberlangsungan sebuah bangsa. Dia masih ingat, pada masa kecilnya kehidupan sehari-hari begitu sulit setelah Perang Dunia II. Orangtuanya membagi sebutir telur untuk enam anaknya. Maka, hanya sesendok telur itulah sumber protein termewahnya.

Baihaki mendapatkan kesempatan meneruskan sekolah di Fakultas Pertanian Universitas Indonesia pada 1955. Semasa kuliah pada tahun 1959, dia juga menjadi asisten dosen di Universitas Padjadjaran. Setelah lulus dari Universitas Indonesia tahun 1962, Baihaki langsung mengabdikan diri di Universitas Padjadjaran.

Tahun 1971 dia kuliah tingkat magister dan doktor di bidang pemuliaan tanaman di AS. Pada tingkat magister, Baihaki memilih mendalami tanaman jagung. Namun ternyata dia alergi terhadap tepung sari jagung. Saat mengawinkan jagung, tangannya bengkak dan terus bersin. Karena alergi itulah, pada tingkat doktor ia memilih mendalami sumber protein kedelai.

Sebelum kembali ke Indonesia, Wakil Presiden University of Hawaii menawarinya pekerjaan sebagai plant breeder (ahli pemuliaan tanaman). Di luar negeri, bidang pemuliaan tanaman sangat dibutuhkan. Orang yang mendalaminya bakal kaya. Namun Baihaki menolak. Sejak berangkat dia sudah membuat kontrak ”hidup miskin” sebagai ahli pemuliaan tanaman di Indonesia. Keinginannya adalah mengembangkan keanekaragaman hayati negeri ini.

Ia membuktikan keputusannya dengan meneliti kedelai. Beberapa varietas kedelai baru sudah dihasilkan. Varietas itu disesuaikan dengan lingkungan tempat kedelai ditanam. Ada kedelai untuk lahan pinggir sungai, lahan tergenang air, dekat pantai, lahan kering, lahan subur, dan lainnya. Dengan varietas yang disesuaikan dengan lingkungan, Indonesia sesungguhnya bisa memproduksi kedelai secara optimum dan sulit disaingi negara lain.

”Negara lain bisa membuat bibit tanaman, tetapi kalau tidak spesifik dengan lingkungan, hasilnya tidak akan optimum,” katanya.

Hukum kedelai

Berkat penelitian, produktivitas kedelai Indonesia yang pada 1960-an hanya 30 kilogram per hektar kini bisa mencapai 3 ton per hektar. Dua varietas yang dihasilkan Baihaki, yaitu Manglayang dan Arjasari, rata-rata menghasilkan lebih dari 3 ton per hektar, menyamai rata-rata produktivitas kedelai AS.

Bahkan, dengan pemuliaan pernah dihasilkan 2 ton kedelai per hektar di lahan pinggir Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. Jika lahan pinggir waduk itu luasnya 150.000 hektar, berarti saat panen bisa dihasilkan 300.000 ton kedelai.

”Dari pinggir Waduk Jatiluhur saja bisa dihasilkan kedelai melebihi kebutuhan Jawa Barat,” ucapnya.

Kebutuhan kedelai Indonesia sebesar 1,8 juta ton per tahun. Tahun 2002 Indonesia mampu menghasilkan 1,6 juta ton, tetapi pada 2007 merosot menjadi 600.000 ton. Ini bukti minimnya perhatian pemerintah terhadap dunia pertanian yang justru oleh negara besar dijadikan mesin pembangunan.

”Indonesia seharusnya memiliki kebijakan perkedelaian juga bidang pertanian lain dengan konsisten. Kalau ganti pejabat, kebijakan jangan ikut ganti,” tuturnya saat ditemui di rumahnya di kawasan Bukit Dago Selatan, Kota Bandung, pertengahan Januari lalu.

Ketidakperhatian pemerintah tampak dari sedikitnya varietas kedelai di negeri ini. Indonesia hanya punya sekitar 100 varietas, sementara China memiliki 3.000 varietas kedelai. Kedelai asal China itu menyebar ke berbagai negara. Varietas dari China itu masuk ke Indonesia pada abad XVIII dan tetap dikenal hingga kini.

Baihaki mengatakan, selain aturan hukum soal perkedelaian, kalau mau maju sebaiknya Indonesia juga memiliki industri perbenihan swasta nasional. Industriwan tidak bisa terus bergantung pada benih impor. Alasannya, meskipun saat ini harganya dinilai lebih murah dibandingkan dengan membuat benih sendiri, tetapi dalam hitungan tahun ketergantungan itu harus dibayar mahal.

Kalau para ilmuwan Indonesia sudah berani membuat ”kontrak miskin” pada dirinya sendiri, kapan pemerintah mau mengajak seluruh warga bangsanya betul-betul berani berhemat untuk hidup mandiri dari pertanian?


http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.kompascetak.xml.2008.01.31.01483011&channel=2&mn=13&idx=13


30 January 2008

Bisnis 14-Jan-08: Presiden pencinta tempe

Senin, 14/01/2008 14:31 WIB

Presiden pencinta tempe

oleh : Djony Edward

JAKARTA (Antara): Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta menteri terkait membahas persoalan kenaikan harga kedelai yang mengakibatkan perajin tahu tempe mengalami kesulitan. 

"Presiden sejak dulu pencinta setia tahu dan tempe, dan memerintahkan supaya Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian bertemu para perajin tahu tempe," kata Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng, usai bertemu dengan sejumlah wakil perajin tahu tempe se Indonesia, yang melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin. 

Menurut Andi, Presiden meminta Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu dan Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono menjelaskan persoalan melonjaknya harga kedelai yang menjadi aspirasi para pengunjuk rasa. 

Sekitar pukul 10.00 WIB, sekitar tiga ribu perajin tahu tempe DKI Jakarta, menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Presiden, akibat semakin melambungnya harga kacang kedelai. 

Pada pukul 13.00 ini Menko Perekonomian Boediono dilaporkan, juga akan menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah menteri membahas persoalan tersebut. 

Ketua Perhimpunan Primkop M. Sukaryo menyampaikan bahwa perajin tahu tempe kesulitan bahan baku produksi karena harga kedelai melonjak sejak tiga bulan terakhir, dari sekitar Rp3.450 per kg menjadi Rp7.500 per kg. 

"Itulah kesulitan perajin tahu tempe yang membutuhkan perlindungan pemerintah terutama agar diciptakan stabilitas harga kedelai ke depannya," kata Sukaryo. 

Ia juga menyampaikan ucapan terima kasih atas tanggapan pemerintah dan akan mengawasi terus kebijakan yang akan ditempuh pemerintah untuk menurunkan dan menstabilkan harga kedelai. 

"Kami meminta dalam jangka waktu 3-4 bulan ke depan, pemerintah memberikan suntikan dana kepada perajin tahu tempe karena kebijakan yang diambil pemerintah pasti tidak akan langsung berpengaruh terhadap penurunan harga kedelai," katanya.


http://web.bisnis.com/sektor-riil/perdagangan/1id38759.html

Bisnis 18-Jan-08: Harga tempe di Sukabumi melejit jadi Rp8.000

Jumat, 18/01/2008 15:47 WIB

Harga tempe di Sukabumi melejit jadi Rp8.000

oleh : Djony Edward

SUKABUMI (Antara): Harga tempe di Sukabumi kini mencapai Rp8.000/papan yang sebelumnya mencapai Rp4.000/papan, sehingga menyulitkan warga Sukabumi untuk membeli produk pangan dari kedelai tersebut. 

"Akibat harga kedelai naik hingga 100%, harga tempe dan tahu juga mengalami kenaikan cukup signifikan," kata salah seorang pedagang tahu dan tempe di Pasar Pelita Kota Sukabumi, Komar (55) di Sukabumi, Jumat. 

Dikatakannya, harga tempe saat ini dijual dengan harga Rp 8.000/papan, padahal sebelumnya hanya mencapai Rp4.000/papan, sementara harga tahu yang sebelumnya sebesar Rp200/buah, kini naik menjadi Rp300/buah. 

Menurut dia, tingginya harga tahu dan tempe mengakibatkan jumlah pembeli yang kebanyakan para penjual gorengan keliling itu mengalami penurunan cukup signifikan hingga mencapai 80 persen, sehingga dirinya mengurangi pasokan dari pengusaha tahu dan tempe di Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi. 

"Biasanya saya membeli hingga satu kuintal lebih, kini hanya 70 hingga 80 kg/hari. Bahkan, terkadang tidak habis terjual," keluhnya. 

Pedagang lainnya di Pasar Tipar, Yayan Suryana (35), mengatakan, dengan naiknya harga kedelai impor sebesar 100 persen, harga tahu juga naik 100 persen. 

"Biasanya saya jual tahu Rp100/buah, kini dijual dengan harga Rp200/buah. Sementara tempe, biasa saya jual Rp3.500/potong berukuran 15cm x 20cm, kini saya jual Rp5.500/potong," katanya. 

Agar tidak terlalu rugi, dirinya juga memotong tempe lebih kecil dan lebih tipis dari biasanya, pasalnya saat ini jarang sekali konsumen yang membeli tahu dan tempe. 

"Omset penjualan saya menurun drastis. Biasanya bisa menjual enam papan, kini hanya dua papan. Itu pun tidak habis terjual," keluhnya seraya menambahkan pendapatannya pun berkurang dari Rp400 ribu menjadi Rp200 ribu. 

Sementara itu, sebagian warga Kota Sukabumi mengeluhkan tingginya harga tahu dan tempe yang naik hingga dua kali lipat dari harga sebelumnya, dan ukurannya pun lebih kecil. 

"Biasanya saya membeli tahu Rp1.500/bungkus (isi 10 buah-red), kini harganya mencapai Rp3.000/bungkus. Sementara harga tempe tidak berubah, namun ukurannya diperkecil dari kondisi normal," kata salah satu pedagang nasi di Jalan Siliwangi Kota Sukabumi, Entin (56). 

Menurut dia, bila harga tidak kembali normal, maka kemungkinan ia tidak akan menjual tahu dan tempe sebagai lauk di warung nasinya. 

Sementara pedagang sembako yang menjual kacang kedelai, Ii Solihat (57), menyebutkan harga kacang kedelai lokal saat ini mencapai Rp8.500/kg, padahal sebelumnya harga jauh dibandingkan saat ini. "Banyak pembeli yang mengeluhkan tingginya kacang kedelai," ujarnya. 

Sebelumnya, Walikota Sukabumi, Mokh Muslikh Abdussyukur, menyatakan akan mempertimbangkan melakukan operasi pasar terkait langkanya tahu dan tempe. 

"Kami akan mengecek terlebih dahulu penyebab langkanya tahu dan tempe. Saya akan membicarakan masalah ini dengan Kabag Perekonomian, apakah diperlukan OP atau tidak pasalnya pelaksanaan OP harus berkoordinasi dengan pihak Bulog," katanya.

http://web.bisnis.com/sektor-riil/perdagangan/1id39576.html

Bisis 30-Jan-08: Lima Produk Pangan Terindikasi Kartel

Rabu, 30/01/2008

'5 Produk pangan terindikasi kartel'

JAKARTA: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengindikasikan terjadinya praktik oligopoli perdagangan lima komoditas selama ini, yaitu beras, gula, kedelai, bawang merah, dan tembakau.

Menurut Ketua KPPU Mohammad Iqbal,� dominasi oleh beberapa perusahaan pada pasar lima komoditas itu (oligopoli) mengarah ke kartel harga.

"Indikasi [oligopoli mengarah kartel] di sektor pertanian, dan kami� konsentrasi pada beras, gula, kedelai, bawang merah, tembakau," kata Iqbal kepada pers, akhir pekan lalu.

Terkait dengan konsentrasi penelusuran KPPU pada lima komoditas tersebut, lanjutnya, karena KPPU menaruh perhatian besar pada industri yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Iqbal mengakui tugas lembaganya yang menegakkan persaingan sehat mendapat temuan awal bahwa industri yang menguasai hajat hidup orang banyak di Indonesia, sebagian besar diindikasikan kartel. "Kasusnya sama, yaitu ketika panen harga turun. Sebaliknya jika pasokan barang sedikit, harga naik."

Dia menjelaskan adanya penyesuaian harga terkait pasokan dan permintaaan memang merupakan keseimbangan pasar yang biasa terjadi. Namun, kenaikan dan penurunan harga yang terjadi di lima komoditas yang kini diteliti KPPU tersebut, dinilai tidak normal.

"Kami ingin konsumen diuntungkan. Misalnya, kalau barang kurang kenaikan harganya tidak mencolok. Kalau lagi banyak [produknya], turunnya harga tidak membuat produsen jadi rugi. Kalau persaingan sehat bisa seperti itu."�

Menurut Iqbal, dari lima komoditas yang tengah disorot KPPU, hanya tembakau yang akan dimulai penelitiannya, sedangkan beras, gula, kedelai, dan bawang merah, masih dalam tahap penelusuran.

Jadwal ulang

Sementara itu, Iqbal menjelaskan importir kedelai Cargill Indonesia minta penjadwalan ulang selama satu hingga dua minggu ke depan, atas pemanggilan perusahaan itu oleh KPPU pada minggu lalu terkait dengan dugaan oligopoli pasar kedelai.

Iqbal mengungkapkan pada dasarnya lembaga yang dipimpinnya mengabulkan mundurnya jadwal tersebut, dan memaklumi alasan Cargill Indonesia yang menyatakan belum siap untuk menyampaikan informasi kepada KPPU.

Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia

29 January 2008

Kompas 29-Jan-08: Pengembangan Kedelai Terkendala Bibit (Aceh)

Pengembangan Kedelai Terkendala Bibit

Selasa, 29 januari 2008 | 02:30 WIB

Banda Aceh, Kompas - Program pengembangan 100.000 hektar tanaman kedelai di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terkendala bibit. Ketersediaan bibit hanya untuk 700 hektar.

”Sangat sulit mendapatkan benih kedelai bersertifikat dan merupakan benih unggul. Padahal, benih seperti itu yang diinginkan oleh petani kedelai agar hasil lebih optimal. Persoalan itu tidak hanya di Aceh, tetapi juga daerah lain di Indonesia,” kata Naswir Aiman, Kepala Subdinas Bina Produksi Padi dan Palawija Dinas Pertanian NAD, Senin (28/1) di Banda Aceh.

Kepala Seksi Benih Padi dan Palawija Azhary Mauny menambahkan, selain benih terbatas, petani kedelai di Aceh hanya mengandalkan varietas lokal, yaitu kipas merah dan kipas putih.

”Varietas ini belum memiliki sertifikat sebagai benih berkualitas unggul. Meski banyak dipakai, labelisasi atau sertifikasi membuat mereka menjadi lebih baik dan bisa digunakan sebagai benih di tingkat nasional,” ujarnya.

Azhary mengatakan, untuk mendapatkan sertifikasi sebagai benih berkualitas dan unggul dalam segi hasil (kuantitas), yang juga diperlukan adalah ketahanan terhadap serangan hama.

”Yang sekarang sedang kami coba adalah pemurnian varietas kipas merah. Hasilnya sedang diuji coba agar memperoleh benih kualitas unggul,” katanya. Azhary menambahkan, daerah yang sedang mencoba pemurnian varietas kipas merah adalah Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, dan Kabupaten Aceh Timur.

Dari Palangkaraya dilaporkan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berencana membuka lahan kedelai seluas 100.000 hektar hingga 2010, melalui pola tanam yang berkesinambungan dengan padi. Tahun ini ditargetkan 15.000 hektar di enam kabupaten ditanami kedelai apabila tersedia benih dari Departemen Pertanian.

Selain untuk menambah produksi kedelai Kalimantan Tengah, budidaya komoditas ini diyakini dapat ikut mencegah kebiasaan pembakaran untuk membersihkan lahan. Demikian Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang kepada pers di Palangkaraya, Senin (28/1).

Penanaman kedelai dapat dilakukan seusai musim padi periode Oktober-Maret. (CAS/MHD)

http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.php?cnt=.kompascetak.xml.2008.01.29.0230206&channel=2&mn=9&idx=9

28 January 2008

Tempo 25-Jan-08: Polisi Temukan Gudang Penimbunan 13 Ribu Ton Kedelai

Polisi Temukan Gudang Penimbunan 13 Ribu Ton Kedelai
Jum'at, 25 Januari 2008 | 20:06 WIB

TEMPO InteraktifSurabaya:
Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya menemukan gudang tempat menimbun 13 ribu ton kedelai di Jalan Dupak Rukun 71 Surabaya, Jumat (25/1). 

Letak gudang itu tersembunyi karena berada di dalam area pabrik garam PT Susanti Megah. Sejak tahun lalu, PT Susanti menyewakan gudang itu kepada PT Cargill Indonesia. 

Ketika digeledah, didalamnya terdapat butiran-butiran kedelai yang menggunung hingga mencapai ketinggian sekitar 8 meter. Sebagian kecil dari kedelai-kedelai tersebut telah dipak ke dalam glansing. 

"Ini mengherankan. Di masyarakat kedelai langka, tapi disini ada barangnya segini banyak," kata Kapolwiltabes Surabaya Komisaris Besar Anang Iskandar yang datang ke lokasi sambil menggeleng-gelengkan kepala. 

Anang menduga ada indikasi kesengajaan untuk menimbun bahan baku pokok tempe dan tahu yang belakangan ini harganya membumbung. Pasalnya, dari dokumen yang didapatkan polisi, PT Cargill Indonesia yang berkartor pusat di Plaza Bapindo, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, itu mengimpor kedelai dari Amerika Serikat pada tahun 2007 lalu sebanyak 22 ribu ton. 

Namun yang mengherankan, impor yang diperuntukkan untuk mencukupi kebutuhan pada tahun lalu itu hingga akhir tahun hanya tersalur 9 ribu ton hingga awal 2008. 

Meski begitu, polisi belum dapat menyegel gudang tersebut karena belum menemukan indikasi pelanggaran pidana. "Kami masih akan menanyakan ke Deperindag mengapa izin impor tahun lalu, kok sampai sekarang sebagian besar barangnya tidak disalurkan," kata Anang yang didampingi Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya, AKBP Dedi Prasetyo dan Kapolresta Surabaya Utara AKBP Nasri. 
Hingga Jumat sore, polisi masih menyelidiki keberadaan kedelai-kedelai tersebut dengan meminta keterangan Ardiansyah, Trading Manager PT Cargill dan Operatinonal Surveyor PT Cargill Ida Bagus Made Oka. Menurut keterangan kedua orang tersebut, selama ini PT Cargill masih mengantongi izin remi penjualan kedelai ke masyarakat. 

Menurut Ardiansyah, Cargill melepas kedelai ke pasaran dengan harga Rp 6.950 per kilogram. Polisi juga berupaya untuk mengadakan kontak dengan pimpinan PT Cargill bernama Clemen Tan yang berkewarganegaraan asing. "Kita akan selidiki pengakuan mereka," kata Dedi. Kukuh Wibowo

http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/01/25/brk,20080125-116214,id.html


Tempo 25-Jan-08: Polisi Temukan Gudang Penimbunan Kedelai

Polisi Temukan Gudang Penimbunan Kedelai
Jum'at, 25 Januari 2008 | 18:18 WIB

TEMPO InteraktifSURABAYA:
Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya menemukan gudang penimbunan 13 ribu ton kedelai milik PT Cargill Indonesia di Jalan Dupak Rukun 71 Surabaya, Jumat (25/1). Letak gudang itu tersembunyi di areal pabrik garam milik PT Susanti Megah. 

Saat digeledah, isi gudang itu berisi butiran kedelai yang menggunung setinggi 8 meter. Sebagian kecil kedelai itu telah dipak dalam karung plastik. 

Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya, Komisaris Besar Anang Iskandar, mengaku heran melihat timbunan kedelai itu. Sebab pasokan kedelai di masyarakat saat ini masih langka. “Tapi di gudang ini ada kedelai begitu banyak,” ujarnya di Surabaya hari ini. 

Hingga sore hari ini Polisi masih menyelidiki keberadaan kedelai itu dengan meminta keterangan Trading Manager Cargil Indonesia, Ardiansyah dan Operatinonal Surveyor Cargil Indonesia, Ida Bagus Made Oka. 

Dari keterangan kedua orang ini, selama ini Cargill masih mengantongi ijin resmi penjualan kedelai ke masyarakat. 
Menurut Ardiansyah, Cargil melepas kedelai ke pasaran seharga Rp 6.950 per kilogram. 

Kukuh Wibowo

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2008/01/25/brk,20080125-116199,id.html

Tempo 24-Jan-08: KPPU Panggil Importir Kedelai

KPPU Panggil Importir Kedelai
Kamis, 24 Januari 2008 | 18:48 WIB

TEMPO InteraktifJakarta:
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan meminta keterangan empat importir utama kedelai untuk memastikan ada atau tidaknya dugaan kartel seiring melonjaknya harga kedelai belakangan ini. 

“Mereka sudah kami kirimi undangan,” kata Ketua KPPU Syamsul Maarif. KPPU memperkirakan keterangan dari empat importir itu akan diperoleh awal Pebruari nanti. 

Sebelumnya disebut-sebut empat importir utama itu adalah Teluk Intan, Gunung Sewu, Liong Seng, dan Cargill. “Kalau tidak salah satunya ada Cargil,” ujar Syamsul. 

Dugaan kartel itu patut diselidiki karena sedikitnya importir kedelai. Padahal pemerintah tidak membatasi impor. Tapi dugaan itu belum dapat dipastikan. Sebab bisa jadi importir kedelai butuh modal besar sehingga secara alamiah pemainnya sedikit. 


Harun Mahbub

http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2008/01/24/brk,20080124-116123,id.html


Tempo 28-Jan-08: Polisi Temukan Timbunan 50 Ribu Ton Kedelai

Polisi Temukan Timbunan 50 Ribu Ton Kedelai
Senin, 28 Januari 2008 | 19:51 WIB

TEMPO InteraktifSurabaya: Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya kembali menemukan gudang penimbunan puluhan ribu ton kedelai impor asal Amerika Serikat pada Senin (28/1) sore. Gudang tempat menimbun kedelai berada di dua lokasi di Surabaya dan Sidoarjo. Masing-masing gudang menyimpan 23 ribu dan 27 ribu ton kedelai.

Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya Komisaris Besar Anang Iskandar yang mendatangi gudang di Sidoarjo mengungkapkan, dua gudang ini diketahui milik PT Gerbang Cahaya Utama. Tapi, setelah dicek surat dan dokumennya, importir itu bisa menunjukkan kepemilikan dokumen resmi. 

Dokumen itu menyatakan bahwa kegiatan PT Gerbang Cahaya Utama adalah legal. "Mereka telah mengimpor kedelai sebanyak empat kali,” kata Anang Iskandar. Impor terakhir dilakukan pada 3 Desember lalu. 

Anang yang ditemui Irawanto, penanggungjawab gudang mendesak agar puluhan ton kedelai itu segera dijual ke masyarakat. Pasalnya, dari aturan yang ada, tenggang waktu penimbunan bahan makanan impor seperti kedelai, hanya berlaku tiga bulan. Bulan depan kedelai ini sudah harus distribusikan ke masyarakat. Kalau “tetap ditimbun kami proses sesuai hukum," ujarnya. 

Penemuan gudang penimbunan kedelai itu merupakan yang kedua dalam sepekan terakhir. Pada Jumat pekan lalu aparat juga menemukan gudang penimbunan 13 ribu ton kedelai milik PT Cargill Indonesia. Penemuan demi
penemuan itu terjadi di tengah membubungnya harga bahan baku tempe dan tahu itu. kukuh s wibowo 

http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2008/01/28/brk,20080128-116423,id.html

Tempo 11-17-Jun-07: ABC, Setelah 32 Tahun

ABC, Setelah 32 Tahun

Pemain tua ini masih bergigi. Meski beberapa tahun terakhir brand value-nya menurun, pamor kecap ABC sebagai kecap nomor satu negeri ini masih melekat. Penampilan barunya sejak 7 Februari terkesan modern. 

Kecap ABC memang salah satu produk andalan PT ABC Central Food Industri yang berdiri pada 1975. Pendirinya, Chu Sok Sam, mengawali kiprah bisnis di pabriknya di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Tiga tahun kemudian, ia mulai memproduksi sirup, sambal, dan saus tomat. Sejak 1982, mereka memproduksi teh, kopi, dan sari buah dalam kemasan, disusul makanan bayi, ikan kaleng (sarden), dan daging kaleng (corned beef). Produk-produk itu kemudian diekspor. 

Sepeninggal Chu pada 1986, generasi kedua, Kogan Mandala, memimpin perusahaan dengan tiga pabrik ini. Sedang giat-giatnya berekspansi, krisis ekonomi melanda. Untuk mengatasi masalah keuangan, ABC Central Food Industry menjual 65 persen sahamnya kepada HJ Heinz Co., raksasa kecap terkemuka asal Amerika Serikat. Otomatis sejak Februari 1999, kecap ABC bernaung di bawah PT Heinz ABC Indonesia. 

Sebetulnya kisah sukses Chu Sok Sam bukan hanya produksi makanan-minuman saja. Bersama saudaranya, Chandra Djojonegoro alias Chu Sam Yak, ia juga berhasil membesarkan batu baterai ABC dan Anggur Tjap Orang Tua. 

Di bawah pimpinan generasi keduanya pasca-1980, bisnis mereka justru menggurita. Akuisisi, usaha patungan dan pendirian perusahaan baru dilakukan, di antaranya menghadirkan Red Bull (Kratingdaeng), membidani kelahiran pembuat minuman Kiranti, Larutan Penyegar Panjang Jiwo, Larutan Penyegar Tjap Orang Tua, permen Tango, serta pasta gigi Durodont, ABCDent, dan Formula Junior.

D.A. Candraningrum


http://www.tempointeraktif.com/hg/mbmtempo/arsip/2007/06/11/EB/mbm.20070611.eb3.id.html

Tempo 11-17-Jun-07: Si Bango Terbang Jauh

Si Bango Terbang Jauh

Bango, bukan Bangau. 

Itu karena kecap ini semula merupakan industri rumah tangga yang hanya dikenal di Jakarta dan Jawa Barat. Didirikan oleh Keluarga Tjoa Eng Nio pada 1928 di Tangerang di bawah bendera PT Anugerah Setia Lestari, pemiliknya bercita-cita mengembangkan si Bango hingga ke mancanegara. Mimpi itu memang terwujud lewat ekspor ke berbagai negara dengan omzet Rp 1 miliar per bulan. Cita-cita itu semakin nyata setelah pada 1992 Kecap Bango dipimpin oleh Eppy Kartadinata, putra keempat pasangan Yunus Kartadinata-Tjoa Eng Nio, yang menerima pinangan Unilever Indonesia untuk mengambil alih kepemilikan Kecap Bango. Sejak 2001, Kecap Bango pun resmi menjadi bagian dari Unilever Indonesia. 

Pemilik boleh berganti, namun rasa asli Kecap Bango tetap dipertahankan. ”Kualitasnya terus ditingkatkan,” kata Heru Prabowo, manajer senior merek Bango. Caranya dengan membina petani penghasil kedelai hitam, bahan dasar Kecap Bango, untuk mendapat hasil yang lebih baik. 

Hingga enam tahun pasca-akuisisi, banyak hal telah dilakukan oleh Unilever Indonesia. Tak hanya mengekspor Kecap Bango hingga ke seluruh Asia Tenggara dan Arab Saudi, anak perusahaan Unilever International yang berkantor pusat di London, Inggris, dan Rotterdam, Belanda, ini pun meremajakan si Bango yang dinilai tak menggairahkan lagi. 

Sejak 1 Februari lalu, Bango tampil dengan nama, logo, dan kemasan baru. Jika dulu mengusung merek Kecap Bango, sekarang cukup Bango saja. Kemasannya pun berubah menjadi terkesan lebih muda dengan warna-warna segar. Kini, si Bango siap terbang jauh dari sarangnya.

D.A. Candraningrum

http://www.tempointeraktif.com/hg/mbmtempo/arsip/2007/06/11/EB/mbm.20070611.eb3.id.html

Tempo 11-17-Jun-07: Para Raja Kecap Bersabda

Edisi. 16/XXXIIIIII/11 - 17 Juni 2007
  
Ekonomi dan Bisnis

Para Raja Kecap Bersabda

ABC dan Bango berebut posisi kecap nomor satu negeri ini. Berbagai siasat dilakukan.

Untuk sebotol kecap, segala cuaca pasti ditempuh. Bagi Fatina Djihan saat menuntut ilmu di University of Leeds, Inggris, empat tahun lalu, dia pasti rela naik bus selama satu jam ke Manchester hanya untuk membeli sebotol kecap produksi Indonesia.

Maklum, kecap manis adalah menu wajibnya setiap kali makan. ”Rasanya seperti makan di rumah,” ujar tenaga pengajar di sebuah universitas swasta di Jakarta ini. Kebetulan, menurut Fatina, 33 tahun, merek kecap yang ditemui di kawasan Chinatown di Manchester itu sama dengan merek yang dikonsumsi keluarganya.

Tak mudah bagi kecap manis asli Indonesia untuk tiba ke tangan pelanggan setianya di luar negeri macam Fatina. Selain butuh jaringan yang luas, biayanya pun tak sedikit. Namun, dengan strategi bisnis yang tepat, distribusi ke mancanegara tak lagi jadi soal. 

Perang strategi bisnis itulah yang dilakukan oleh dua produsen kecap manis asal Indonesia, ABC dan Bango, yang kini bersaing ketat mengejar posisi puncak. Yang satu pemain senior dengan merek kuat dengan konsumen setianya. Yang lain, pemain baru yang sukses mendongkrak penjualannya hingga kini. 

Simak data terbaru Single Source Survey dari lembaga riset pasar asal Australia, Roy Morgan Research. Sepanjang April 2006 hingga Maret 2007, pembelian kecap ABC partai besar mengalami penurunan dari 51 menjadi 41 persen. Sebaliknya, penjualan kecap Bango dalam kurun waktu yang sama naik dari 19 menjadi 21 persen. 

Menurut riset lembaga riset pasar Euromonitor International, pada 2001, ABC menguasai 40 persen dari total penetrasi pasar (market share) kecap di Indonesia sebesar Rp 1,6 triliun. Namun, pada 2005, posisinya menurun hingga 33 persen dari total pasar yang mencapai Rp 3 triliun. Sebaliknya, pangsa pasar kecap Bango tetap stabil selama 2001–2005, yakni sebesar 32 persen. ”Ini perang bisnis antara dua merek yang sudah kuat,” kata pengamat bisnis dari MarkPlus Institute of Marketing, Yuswohady.

Kecap manis ABC sebetulnya bukan pemain baru di dunia kecap nasional (lihat ABC, Setelah 32 tahun). Februari 1999, saham mayoritas pendiri kecap yang terdiri atas tujuh varian ini dibeli oleh HJ Heinz Co., perusahaan kecap yang berpusat di Pittsburg, Amerika Serikat. Tak lama kemudian, nama perusahaan pun berubah menjadi PT Heinz ABC Indonesia. 

Lewat bendera barunya, kecap ABC mengalami perubahan teknologi informasi, proses pembuatan, dan jaringan pasar internasional. Hasilnya, angka penjualan tahunan kecap ABC dunia tak bergeser dari US$ 100 juta atau Rp 897 miliar, dengan kontribusi utama dari Indonesia. ”Sejauh ini, kami masih memimpin pangsa pasar di Indonesia,” kata Direktur Pemasaran PT Heinz ABC Indonesia, Iriana Ekasari Muazd.

Tak mau kalah, Unilever Indonesia pun mengakuisisi produk Kecap Bango pada 2001 (lihat Si Bango yang Terbang Jauh). Di tangan perusahaan multinasional ini, Kecap Bango tumbuh pesat lewat pemasaran modern. Kini, penjualan tahunannya mencapai Rp 500 miliar. Kecap Bango pun melebarkan sayap hingga ke Asia Tenggara dan Arab Saudi. ”Negara lain sudah banyak yang melirik Bango,” kata Manajer Senior Bango, Heru Prabowo. 

Bendera perang pun makin berkibar. Setelah akuisisi dan joint venture, berikutnya adalah peremajaan produk. Mulai Februari tahun ini, Kecap Bango menyegarkan logo burung bangaunya dan mengubah merek dagang dari ”Kecap Bango” menjadi ”Bango”. Unilever pun mengeluarkan kecap Bango kemasan sachet seharga Rp 300 per satuan, untuk menjangkau masyarakat kelas bawah. ”Namun, belum tersebar di seluruh Indonesia,” kata Dicky Saelan, Manajer Pemasaran Divisi Makanan PT Unilever Indonesia Tbk. 

Seminggu setelah Bango berganti baju, ABC pun tampil lebih segar dan modern, walau tanpa mengubah logo dan merek. Menurut Iriana, perubahan ini dilakukan bukan karena latah, melainkan ”sudah dipersiapkan sejak setahun lalu”.

Perang pun berlanjut lewat promosi langsung dengan konsumen (below the line). Tayangan program televisi ”Bango Cita Rasa Nusantara” masih dipertahankan, bahkan kontraknya terus diperpanjang. Jurus jitu lainnya, menggelar acara ”Festival Jajanan Bango” yang tahun ini memasuki tahun ketiga. Diselenggarakan di beberapa kota besar, acara ini terbukti sukses menggaet penikmat baru kecap Bango. 

Heinz ABC Indonesia tak tinggal diam. Lewat program ABC Culinary Academic, dicetaklah penasihat masakan (cooking advisor) hasil didikan juru masak ABC. Nantinya, penasihat ini akan ditempatkan di gerai penjualan kecap ABC untuk memberi tips membuat masakan lebih sedap. Juru masak ABC pun iklan paling tokcer. Mereka siap diundang demo masak secara cuma-cuma dengan menggunakan kecap ABC. 

Persaingan kedua merek ini paling kentara lewat promosi media (above the line), sebab kedua perusahaan besar ini tak pelit mengeluarkan dana untuk beriklan. Pemantauan Nielsen Media Research pada 2006, Unilever menghabiskan dana Rp 23 miliar untuk promosi kecap Bango. Sedangkan Heinz ABC Indonesia membayar Rp 22 miliar untuk belanja iklan kecap ABC. 

Hasilnya, Bango memang bukan pemimpin pasar. ”Tetapi dia memimpin emosi sehingga lebih dikagumi pelanggan,” tutur Yuswohady. Dampaknya, brand equity Bango pun semakin kuat. 

Untuk melawan balik Bango, Yuswo punya solusi. ”Jangan terpancing,” katanya. ABC harus tetap memelihara kepercayaan dirinya sebagai pemimpin pasar. Karena jebakan paling mematikan bagi ABC adalah menjadi pengikut dan mengikuti aturan baru yang diciptakan Bango. 

DA Candraningrum

http://www.tempointeraktif.com/hg/mbmtempo/arsip/2007/06/11/EB/mbm.20070611.eb3.id.html

Agrina 13-Nov-07: Bisnis Kecap Segurih Rasanya (Pangsa Pasar ABC/Bango/Lain2 33/32/30)

13 November 2007
Bisnis Kecap Segurih Rasanya

Setiap tahun konsumsi kecap terus meningkat. Tentu saja, bisnisnya pun semakin bergairah.Lantas, bagaimana ketersediaan kedelai sebagai bahan bakunya?

 

            Sedari dulu masyarakat telah mengenal kecap. Tengok saja, banyak ibu-ibu yang menyuapi anak-anaknya dengan makanan yang telah dicampur kecap. “Tanpa kecap, makan jadi kurang enak,” ungkap Rifa, murid kelas IV SDIT Al Muhajirin, Jakarta Timur. Terang saja, bagi para penikmat, kecap bisa berperan sebagai penyedap makanan yang akan meningkatkan selera makan.

          Di luar itu, kecap juga mengandung protein, vitamin, dan mineral. Tak berlebihan bila banyak orang menjadikan kecap sebagai bagian dari menu harian.

            Menurut Sugih Prakoso,Manajer Utama PT. Alam Aneka Aroma, produsen Kecap Samyu di Sukabumi, Jabar, kecap sangat disukai masyarakat. Sehingga setiap tahun kebutuhannya semakin meningkat. Wajar bila kecap mudah dijumpai mulai di warung kakilima, pasar swalayan, restoran, hotel berbintang, sampai di tengah-tengah keluarga.

            Masyarakat mengenal beberapa merek kecap di tingkat nasional seperti Kecap Indofood (PT Indofood Sukses Makmur), Bango (PT Unilever Indonesia), ABC (PT Heinz ABC Indonesia), dan Nasional (PD Sari Sedap Indonesia). Ada juga kecap lokal seperti Kecap Korma di Jakarta, Zebra (Bogor), Kunci (Karawang), Benteng (Tangerang), Maja Menjangan (Majalengka), Kenarie (Surabaya), dan Kecap Jamburi di Blitar.

            “Dengan populasi penduduk lebih dari 200 juta jiwa, membuat bisnis kecap di Indonesia cukup menggiurkan. Walaupun peningkatannya setiap tahun tidak tinggi,” papar Sugih yang lulusan Peternakan UGM ini.

            Namun menurut Dicky Saelan, Manajer Pemasaran PT. Unilever Indonesia, produsen Kecap Bango, pertumbuhan bisnis kecap luar biasa. Setiap tahunnya, secara nasional, terjadi peningkatan 10%—20%.  “Alhamdulillah, semenjak 2001, pertumbuhan Kecap Bango termasuk salah satu yang mendorong perkembangan pasar kecap,” ucapnya. Diperkirakan, nilai penjualan kecap secara nasional sekitar Rp3 triliun per tahun. Baik dari penjualan kecap manis maupun asin.

 

Kualitas dan Citarasa

            Menurut Euromonitor International, pada 2001, pemimpin pasar nasional produksi kecap manis masih dikuasai ABC dan Bango. Kecap ABC menguasai pangsa pasar sekitar 40%. Namun pada 2005, posisinya turun menjadi 33%. Sementara Kecap Bango pada posisi 32%, dan Kecap Nasional menguasai 30%.

Semakin melajunya perkembangan bisnis kecap, membuat persaingan usaha semakin gencar. Khususnya persaingan antara kecap produksi nasional dengan kecap lokal. Lihat saja, begitu banyaknya iklan promosi yang dilakukan. Walaupun demikian, kecap produksi lokal tidak merasa kalah, karena diyakini kecap produksi lokal telah lebih tertanam kualitas dan rasanya di konsumen.

            ”Kami yakin akan kualitas kecap yang kami buat. Karena pada prinsipnya orang butuh makan, dan selera makan setiap orang berbeda. Semakin banyak variasi produk dan citarasa (taste), semakin banyak pula yang bisa diterima oleh pasar,” kata Sugih. Jadi produk lokalan tidak perlu takut terhadap suatu produk nasional yang sudah meluas. Ia berpendapat ceruk pasar itu tetap ada walau tidak skala yang lebih luas.

            Prof. Dr. Ujang Sumarwan, M.Sc., Ahli Consumen Behavior dari IPB, membenarkan, produsen kecap lokal memang sudah mengenal dengan baik pasarnya. Tapi masih butuh pembinaan menyangkut safety dan higienitas. Ditambah lagi bantuan modal, akses terhadap perbankan, dan akses terhadap kualitas sumber day amanusia yang baik.

            Senada dengan Sugih, Bambang Haryanto, Marketing Manager Kecap Sukasari di Semarang, Jateng, mengatakan diperusahaannya selalu menjaga kualitas produk melalui kontrol yang sangat ketat dan laboratorium khusus. Serta, terus melakukan inovasi dengan memproduksi kecap yang lebih hitam, lebih manis, dan lebih kental. “Kami masih mampu memasarkan kecap Sukasari untuk pasar Jawa Tengah dan Yogyakarta, khususnya mengusai di pasar lokal Semarang dan sekitarnya,” akunya.

            Selain itu, untuk mensiasati persaingan dengan kecap nasional, pabrik kecap lokal lebih fokus mengarap segmen pasar. Kecap Samyu yang telah mengeluarkan 3 merek dagang kecap asin maupun manis misalnya, lebih menekankan pada pasar menengah-bawah.

             “Saya nggak takut persaingan, rezeki sudah ada yang ngatur. Resep kecap memang banyak yang tahu, tapi butuh modal yang besar untuk mendirikan industri kecap. Selain itu, untuk mengenalkan taste kecap baru pada masyarakat butuh waktu yang lama,” jelas Sugih.

 

Kedelai Hitam Dicari

            Pesatnya kemajuan industri kecap ternyata tidak diimbangi ketersedian kedelai lokal sebagai bahan baku. Salah satu jenis kedelai yang banyak digunakan adalah kedelai hitam. Namun pemenuhannya sebagain besar masih didatangkan dari luar negeri. “Kita memang pakai kedelai hitam impor. Pernah dicoba dengan kedelai lokal tapi tasteyang dihasilkan beda. Mungkin saja untuk produk kecap laintaste-nya cocok, tapi untuk produk kita nggak pas,” ungkap Sugih.

            Sementara kecap Sukasari masih menggunakan jenis kedelai kuning. Meski terkadang menggunakan kedelai hitam. Alasannya, jenis kuning lebih mudah di dapat di pasar sehingga tidak mengalami kesulitan bahan baku. “Kedelai kuning ini dipasok dari Semarang dan sekitarnya,” kata Bambang.

            Dicky  menjelaskan, sesungguhnya kedelai bukan komponen utama dalam pembuatan kecap. Yang utama justru gula kelapa. Tapi, meskipun porsinya kecil, kedelai berperan besar terhadap enaknya rasa. “Oleh sebab itu, yang paling cocok memang kedelai hitam. Kedelai hitam ini sangat berpangaruh terhadap total rasa Kecap Bango,” akunya.

            Atas alasan itu pula, untuk menjamin ketersediaan bahan baku, PT Unilever Indonesia berkomitmen mengembangkan budidaya kedelai hitam di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya kerjasama antara Unilever, Universitas Gajah Mada (UGM), dan petani di Yogyakarta. Kerjasama dengan pola kemitraan itu telah berhasil menemukan varietas kedelai hitam lokal bernama Kedelai Mallika.

            Prof. Dr. Ir. Mary Astuti, MS., Koordinator Program Pemberdayaan Petani Kedelai Hitam UGM, yang juga memimpin kerjasama kemitraan itu mengatakan, Mallika ditujukan untuk memproduksi kecap. Dalam proses pembuatan kecapnya pun tidak perlu menggunakan bumbu maupun penyedap rasa seperti monosodium glutamate(MSG). Sehingga kecap yang dihasilkan benar-benar berkualitas tinggi. “Kecap yang diproduksi hanya dari ekstrak kedelai dan gula kelapa,” tandas Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM ini.

            Namun, untuk menutupi kekurangan pada sisiflavour, biasanya produsen akan menambahkan bumbu dan penyedap rasa pada proses produksi kecapnya. Hanya saja, menurut Astuti, koji (hasil fermentasi kedelai) Mallika berkualitas bagus. Sehingga akan mampu menghasilkan kecap dengan flavour yang bagus pula.

            Selain itu, kedelai Mallika juga menawarkan berbagai keunggulan yang bisa membuat petani untung berlipat. Varietas hasil riset Tim Peneliti Fakultas Pertanian UGM ini tahan simpan hingga enam bulan, produktivitas tinggi, tahan genangan, tahan kekeringan, mengandung antioksidan yang tinggi, dan bukan merupakan produk rekayasa genetika (GMO).

 

Kembangkan Kemitraan

            Saat ini benih Mallika telah dipergunakan petani yang mengikuti kemitraan dengan Unilever. Sejak program dirintis pada 2001, telah 5.000 petani dan 126 kelompok tani terlibat dalam kemitraan. Mereka tersebar di Bantul, Sleman, Nganjuk, Trenggalek, Madiun, Blitar, dan Jombang, serta beberapa daerah di Jawa Tengah. Pada 2005 total lahan mencapai 416,459 ha. Tahun lalu meningkat menjadi 650 ha, dan tahun ini sudah mencapai 1.800 ha. “Tahun depan ditargetkan naik lagi, dengan harapan benih yang terserap sebanyak 70 ton,” ucap Astuti.

            Maya F. Tamimi dari Yayasan Unilever Indonesia menambahkan, manajemen petani mitra harus independen, tapi masih  dalam pembinaan dengan UGM. Pembinaan ini dimaksudkan supaya hasilnya lebih bagus. Pembinaan dilakukan dengan menempatkan sarjana  pertanian untuk mendampingi petani. “Sekarang kami mempunyai tim 20 orang, 11 orang di antaranya tinggal di Yogya,” ungkap Maya.

            Bagi petani lain yang ingin mengikuti kemitraan itu, terlebih dahulu harus tergabung dalam kelompok dan berkoperasi. Pasalnya, dalam pengambilan hasil panen, Unilever hanya berurusan dengan koperasi. Selain itu, luas lahan pun ditentukan minimal 50 ha.

            Sebagai inti, Unilever akan memberikan pinjaman benih, sarana produksi, talangan biaya pembelian kedelai dari koperasi kepada petani, peralatan perontok kedelai, dan jaminan pasar. Biaya tersebut dikembalikan petani dalam bentuk kedelai. Harga kontrak pembelian kedelai oleh koperasi pada petani, tahun ini, Rp4.000/kg.

            Memoria, Brand Manager PT Unilever Indonesia, menjelaskan upaya kemitraan diambil untuk mengimbangi Kecap Bango yang tumbuh pesat. “Hasil prediksi kami, suatu saat kedelai hitam yang ada di pasar tidak cukup memenuhi kebutuhan. Karena itu jauh-jauh hari sudah harus mulai membangun petani mitra,” jelasnya. Petani, lanjut dia, harus mulai dibina. Karena waktu petani diminta menanam, mereka bilang siapa yang mau beli?

            Langkah Unilever itu patut ditiru. Bila sudah banyak perusahaan yang melibatkan petani, diharapkan tercipta petani pemasok yang mampu menyediakan bahan baku sesuai kebutuhan pasar. Dengan begitu, perkembangan industri kecap tidak hanya dinikmati para pengusaha, melainkan bersama-sama dengan petani.

 

Yan Suhendar, Enny Purbani T., Peni SP, Faiz Faza, Agus Triono, Ova Indriana


http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=7&aid=1115

27 January 2008

Kompas 23-Jan-08: Peternak Ayam Petelur Sumsel Nyaris Bangkrut

Peternak Ayam Petelur Sumsel Nyaris Bangkrut
KOMPAS/HENDRA SETYAWAN
Jayus, pekerja pada peternakan ayam potong milik Kholik di Desa Ngingit Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang Jawa Timur, memeriksa ayam-ayam yang akan dijual ke pasar.
RABU, 23 JANUARI 2008 | 15:50 WIB

PALEMBANG, RABU- Sebanyak 100 peternak ayam petelur yang tergabung dalam Asosiasi Masyarakat Peternak Sumsel terancam bangkrut karena kenaikan harga pakan. Harga pakan berupa konsentrat maupun jagung dan dedak naik 70 persen sejak awal tahun.

Ketua Asosiasi Masyarakat Peternak Sumsel Ismaidi, Rabu (23/1), mengatakan, harga pakan konsentrat meningkat dari Rp 155.000 per zak menjadi Rp 235.000 per zak. Harga jagung meningkat dari Rp 2.200 menjadi Rp 2.850 per kilogram. Harga dedak juga naik dari Rp 450 menjadi Rp 950 per kilogram.

"Dalam satu bulan ke depan harga pakan konsentrat akan naik lagi Rp 5.000 per zak. Sekarang para peternak tinggal menunggu hari untuk gulung tikar," kata Ismaidi.

Menurut Ismaidi, para peternak menanggung kerugian Rp 300 per kilogram telur karena harga jual di tingkat peternak Rp 9.300 per kilogram. Padahal supaya impas seharusnya dijual Rp 9.600 per kilogram. (WAD)

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.23.15503670&channel=1&mn=2&idx=3

Kompas 22-Jan-08: Empat Menteri Dipanggil DPR Bicarakan Krisis Kedelai

Empat Menteri Dipanggil DPR Bicarakan Krisis Kedelai
Banjarmasin Post/Donny Sophandi
Hakim memasukan kedelai ke dalam mesin penggiling di rumah industri tahu milik H Nurhamid di Jalan Manggis, Kecamatan landasan Ulin, Banjarbaru, Kalsel. Dia masih menggunakan bahan baku kedelai dari Amerika, yang kini harganya berangsur naik hingga mencapai Rp 8.000 per kilogram.
SELASA, 22 JANUARI 2008 | 15:58 WIB
Laporan Wartawan Kompas Stefanus Osa

 

JAKARTA, SELASA -- Krisis ketahanan pangan, khususnya komoditas kacang kedelai, empat menteri dipanggil untuk mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa (22/1) pukul 14.30.

Keempat menteri tersebut adalah Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, dan Menteri Negera Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Suryadharma Ali. Selain itu, hadir pula Bayu Krisnamurti dari Kantor Menko Perekonomian dan Kepala Bulog Mustafa Abubakar.

Dalam penjelasan awal, Menperind Fahmi Idris dipilih untuk mewakili para menteri untuk menjelaskan langkah-langkah kebijakan pemerintah. Pemilihan Menperind ini didasarkan bukan pada keahlian produksi maupun sistem perdagangannya. "Saya mewakili penjelasan awalnya ini hanya sebagai pengantar diskusi ini. Saya memberikan pengantar hanya atas dasar sebagai yang paling senior. Artinya, cuma (usia) menterinya saja yang lebih senior," kata Fahmi.

Raker pertama di tahun 2008 yang meyatukan empat menteri terkait pengadaan kedelai yang bikin industri kecil kelimpungan ini banyak mengundang perhatian. Sejumlah wartawan dari berbagai media memenuhi ruang sidang, bahkan ada juga pelaku industri tahu dan tempe di balkon wartawan.   


Stefanus Osa Triyatna
http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.22.15584896&channel=1&mn=15&idx=16

Kompas 22-Jan-08: Anton Apriantono: Ubah Pola Pikir Kita Soal Pangan

Anton Apriantono: Ubah Pola Pikir Kita Soal Pangan
SELASA, 22 JANUARI 2008 | 20:16 WIB

JAKARTA, SELASA - Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan perlu adanya perbaikan pola pikir (mindset) masyarakat Indonesia, tentang pangan yang dikonsumsi. Menurut dia, selama ini orang selalu menganggap bahwa yang namanya makan itu harus nasi. Hal itu dilontarkan Anton, saat ditanya tanggapannya tentang pernyataan Anggota Komisi VI DPR Hasto Kristianto yang mengatakan Indonesia tengah menghadapi krisis pangan.

"Apa definisi krisis pangan itu? Kalau dikatakan tersedia, semuanya tersedia. Kalau tidak mampu beli kedelai kan bisa beli telur. Kalau kecukupan protein, kita punya opsi-opsi. Ingat lho, pangan itu tidak hanya kedelai. Pangan tidak hanya beras, kita punya tiwul, kita punya gaplek, kita punya jagung," kata Anton disela-sela Raker dengan Komisi VI DPR, Selasa (22/1).

Kesalahannya, kata Anton terletak pada pola pikir masyarakat yang mengagung-agungkan, beras ataupun jenis pangan lain yang biasa dikonsumsi. "Maka itu, sepanjang gizi terpenuhi itulah pangan. Gizi itu, harus ada karbohidrat, protein, dan lemak. Jadi, konsepsi mindset di masyarakat yang harus diperbaiki. Kita harus edukasi bahwa pangan tidak hanya kedelai, kita punya alternatif," tambah Anton.

Untuk peringkat impor kedelai sendiri, Indonesia berada pada urutan ke-11 diantara negara-negara di dunia.

"Ingat lho, kita ini masih lumayan. Banyak negara lain yang lebih parah. Kedelai, kita peringkat 11. Daging ayam peringkat 155, bahkan untuk daging ayam dan telur kita sudah swasembada," tegas pria berkacamata ini.


http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.22.20165877&channel=1&mn=15&idx=16

Kompas 13-Jan-08: Harga Naik, Penanaman Kedelai Diperluas (Tanjung Jabung, Jambi)

Harga Naik, Penanaman Kedelai Diperluas
MINGGU, 13 JANUARI 2008 | 15:27 WIB

JAMBI, KOMPAS - Seiring melonjaknya harga kedelai di pasaran, Dinas Pertanian Kabupaten Tanjung Jabung Timur akan memperluas program penanaman kedelai dari 2.000 hektar menjadi 3.000 hektar. Upaya ini sekaligus membantu petani yang menjadi korban banjir baru-baru ini.
 
“Potensinya besar untuk dikembangkan petani di wilayah kami,” tutur Tri Yoga, Kepala Dinas Pertanian Tanjung Jabung Timur, Minggu (13/1).
 
Di wilayah tersebut, petani menyambut antusias panen kedelai karena harga jualnya yang sangat menguntungkan. Untuk saat ini, harga jual kedelai di tingkat petani mencapai Rp 7.000 per kilogram. Harga ini naik dibanding sebelumnya Rp 3.600 pada awal tahun. Di panen tahun 2007 lalu, harga kedelai hanya Rp 2.900. 
 
Tri Yoga melanjutkan, karena petani antusias melihat naiknya harga kedelai, banyak yang kemudian mengajukan bantuan untuk pembukaan areal penanaman kedelai. Atas perkembangan tersebut, rencana semula mengembangkan penanaman kedelai sekitar 2.000 hektar akan diperluas lagi. “Setelah musim tanam padi nanti, petani akan melanjutkan penanaman kedelai,” tuturnya.


http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.13.15271537&channel=1&mn=2&idx=1

Kompas 27-Jan-08: Penemuan - Kedelai Hitam Lebih Unggul

Penemuan
Kedelai Hitam Lebih Unggul
Kompas/Lasti KurniaKompas/Lasti Kurnia
Uji coba kedelai di laboratorium untuk membedakan antara kedelai transgenik dan non-transgenik.
KAMIS, 17 JANUARI 2008 | 15:47 WIB

MALANG, RABU - Sejumlah peneliti dari Badan Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang, Jawa Timur, menemukan tiga varietas unggul kedelai hitam. Tiga varietas kedelai hitam itu memiliki kelebihan dibandingkan dengan kedelai impor atau kedelai lokal yang selama ini ditanam masyarakat.

Tiga varietas unggul kedelai hitam itu adalah 9837/K-D-8-175 (rencananya diberi nama Khibar atau kedelai hitam berukuran biji besar), 9837/W-D-5-211 (rencananya diberi nama Khipro atau kedelai hitam berprotein tinggi), dan W/9837-D-6-220 (rencananya diberi nama Khilau atau kedelai hitam berkotiledon hijau). Ketiganya diteliti sejak 1998.

Keunggulan ketiganya adalah bisa menghasilkan produksi kedelai lebih banyak sekitar 18 persen dibandingkan dengan kedelai lain seperti Cikuray, Burangrang, dan Wilis.

"Bahkan, kedelai hitam ini juga lebih unggul dibandingkan dengan kedelai Mallika yang dilepas Februari 2007. Sebab, kedelai Mallika memiliki daya hasil sebanyak 2,34 ton per hektar, sedangkan kedelai hitam memiliki daya hasil 2,51 ton per hektar," tutur seorang pemulia tanaman Balitkabi yang menemukan tiga varietas baru kedelai hitam tersebut, Ir Moch Muchlish Adie MS, Rabu (16/1) di Malang. Pemulia tanaman lainnya yang turut melahirkan tiga varietas kedelai hitam tersebut adalah Gatot Wahyu AS, Suyamto, dan Arifin.

Menurut Muchlish, keunggulan tiga kedelai itu adalah ketiganya merupakan jenis kedelai besar (14 gram/100 biji kedelai) seperti yang dipakai dalam industri tahu dan tempe sekarang ini di Indonesia. Selama ini yang banyak ditanam petani di Indonesia adalah jenis kedelai sedang (10 gram/100 biji kedelai). "Kedelai ini sangat cocok dengan kebutuhan industri, baik tahu-tempe atau kecap," ungkap Muchlish.

Keunggulan lainnya, ketiganya memiliki protein tinggi, yaitu mencapai 45,58 persen. Sementara kedelai impor dan kedelai yang banyak dibudidayakan di Indonesia saat ini memiliki kadar protein 6-37 persen. "Semoga kedelai ini bisa dilepas tahun ini dan segera bisa disosialisasikan serta dikembangkan. Harapannya, bisa sedikit mengikis ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor," ujar Muchlish. (DIA)

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.17.1547011&channel=1&mn=53&idx=98

Kompas 27-Jan-08: Kandungan Gizi Kedelai

Kandungan Gizi Kedelai
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 10:40 WIB

Meski berbahan dasar sama, produk olahan dari kedelai memiliki kandungan gizi berbeda-beda. Dosen pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Sugiyono, mengatakan, untuk menentukan nilai gizi suatu makanan sebaiknya diukur dengan kadar kandungan tertentu, misalnya kadar protein, kadar lemak, kadar vitamin tertentu, kadar serat, dan lain-lain.

Nilai gizi suatu makanan sebaiknya juga dikaitkan dengan tujuan mengonsumsi makanan itu. Bagi orang yang sedang diet, makanan yang rendah kadar lemak dianggap lebih baik dibandingkan dengan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Sebaliknya, bagi yang kekurangan energi lebih baik mengonsumsi makanan yang tinggi kadar lemaknya.

Produk-produk yang dibuat dari kedelai, menurut Sugiyono, umumnya memiliki kadar protein relatif tinggi. Tahu pada dasarnya terdiri dari protein dan air sehingga tinggi kadar proteinnya. Sementara, tempe tidak hanya mengandung protein tinggi, tetapi juga mengandung lemak, vitamin, mineral, dan memiliki daya cerna yang baik.

Kecap dan susu kedelai mengandung protein dan lemak yang tidak terlalu tinggi (kadar protein dan kadar lemak kurang dari 5 persen). Tauco mengandung protein dan lemak dari kedelai. Kembang tahu mengandung protein dan lemak yang relatif tinggi.

Secara keseluruhan, menurut Sugiyono, di antara produk-produk di atas, tempe memiliki kadar protein, kadar lemak, kadar mineral, kadar vitamin, kadar serat, dan daya cerna yang tinggi. Kadar zat antigizi pada tempe juga rendah. Semakin rendah zat anti gizi, maka semakin bagus kandungan gizi pada suatu makanan.

Penyimpanan

Produk kedelai memiliki daya tahan berbeda demikian pula cara penyimpanannya. Tahu sebaiknya disimpan di lemari es dan dapat tahan selama beberapa hari. Pada suhu ruang, tahu hanya dapat tahan setengah hari atau satu hari.

”Jika tahu dapat tahan lebih dari satu hari pada suhu ruang, besar kemungkinan tahu tersebut sudah diberi pengawet,” ungkap Sugiyono. Susu kedelai juga tidak tahan lama. Untuk itu sebaiknya susu kedelai segera disimpan di dalam lemari es setelah dibeli atau dibuat, kecuali produk susu kedelai yang sudah disterilkan dalam kemasan.

Adapun tempe, oncom, dan tempe gembus dapat tahan selama satu atau dua hari pada suhu ruang. Tempe sebaiknya disimpan dalam lemari es sehingga dapat tahan selama beberapa hari.

Kecap dan tauco dapat tahan lama pada suhu ruang. Jika tauco sudah dibuka kemasannya sebaiknya disimpan dalam lemari es. Kembang tahu, makanan bayi, makanan ringan, dan daging tiruan juga dapat disimpan pada suhu ruang karena kering dan awet. Demikian juga dengan minyak kedelai. (IND)


http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.10400696&channel=1&mn=20&idx=98

Kompas 27-Jan-08: Kedelai, dari Tempe sampai Susu

Kedelai, Dari Tempe Sampai Susu
MINGGU, 27 JANUARI 2008 | 11:40 WIB
Sebelum tahun 1990-an, kedelai rebus dikenal sebagai kudapan pagi atau sore hari yang biasa dihidangkan di rumah-rumah. Seiring dengan perubahan waktu, kudapan yang memiliki kadar protein tinggi itu mulai hilang dari meja makan.

Sebagai bahan makanan, banyak orang tidak terlalu paham kualitas kacang kedelai. Dulu kalau ada orang makan kedelai rebus dianggap ndeso atau katro. Kedelai sering dicap sebagai makanan murahan.

Padahal, di antara jenis kacang-kacangan yang lain, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat paling baik. Kedelai juga mampu membantu menjaga kesehatan ginjal, jantung, diabetes, rematik, anemia, hipertensi, diare, dan hepatitis.

Menurut dosen pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Sugiyono, kedelai mengandung protein 40 persen, minyak (20 persen), karbohidrat (35 persen), dan abu atau mineral (4,9 persen). Protein kedelai banyak mengandung asam amino lisin, tetapi sedikit mengandung asam amino metionin dan sistin. Asam-asam amino tersebut adalah asam amino esensial yang diperlukan tubuh.

Meskipun kedelai kekurangan asam amino metionin dan sistin, menurut Sugiyono, mengonsumsi makanan berbahan baku kedelai sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan protein. Kekurangan asam-asam esensial metionin dan sistin cukup dapat dipenuhi melalui nasi yang kita makan sehari-hari.

”Kandungan gizi dalam makanan tidak ada yang sempurna. Itulah kenapa kita diharuskan makan makanan yang beragam dan seimbang, yaitu agar bisa saling melengkapi,” kata Sugiyono. (Lusiana Indriasari)

Sederhana

Meski bentuknya kecil, kedelai bisa diolah menjadi berbagai macam produk makanan. Makanan tradisional seperti yang kita kenal sekarang, yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, kembang tahu, oncom, tempe gembus, dan lain-lain terbuat dari kedelai.

Cara mengolah kedelai cukup sederhana. Tahu dibuat dari kedelai yang direndam kemudian digiling dengan penambahan air. Setelah itu, gilingan kedelai dipanaskan lalu disaring untuk mengambil sarinya, yang biasa disebut sari kedelai atau susu kedelai.

Sari kedelai ini lalu digumpalkan dengan bahan penggumpal tahu, yaitu kalsium sulfat atau asam cuka sehingga proteinnya menggumpal. Gumpalan protein ini lalu dicetak menjadi tahu.

Kedelai juga bisa difermentasikan menjadi tempe, kecap, atau tauco. Untuk membuat tempe, kacang kedelai dikupas kulitnya lalu direbus sampai agak lunak. Kedelai kemudian ditiriskan sambil didinginkan. Setelah diberi ragi, kedelai dibungkus dengan daun atau plastik yang diberi lubang-lubang kecil. Proses ini membutuhkan waktu 2-3 hari agar seluruh kedelai bisa menjadi tempe.

Adapun pembuatan tauco dan kecap hampir sama. Setelah dikupas dan direndam, kedelai diberi ragi kecap atau ragi jamur dan dibiarkan selama 2-3 hari. Setelah kedelai ditumbuhi jamur kemudian dijemur lalu direndam dengan air garam selama satu bulan atau lebih. Agar menjadi kecap atau tauco, kedelai lalu diperas, diambil sarinya, dan ditambah dengan bumbu-bumbu sehingga menjadi kecap dan tauco.

Sugiyono menambahkan, kedelai kini tidak hanya diproses menjadi makanan tradisional, seperti tahu, tempe, oncom, tauco, atau kecap. Melalui proses berbeda-beda, kedelai bisa diolah menjadi salah satu bahan baku makanan bayi, susu kedelai, minyak, lesitin, bahkan daging tiruan. Daging tiruan ini banyak digunakan restoran yang menyediakan menu untuk vegetarian.

Susu kedelai

Selain tempe dan tahu, produk yang tidak kalah populer sekarang ini adalah susu kedelai. Susu kedelai sering dianggap bisa membantu menjaga kesehatan tubuh.

Sekarang susu kedelai mudah ditemukan di berbagai toko swalayan, dikemas dalam plastik, botol, hingga karton. Susu kedelai juga banyak dijual keliling di kompleks perumahan.

Komposisi susu kedelai hampir sama dengan susu sapi. Oleh karena itu, susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi, terutama bagi mereka yang alergi terhadap laktosa pada susu sapi. Anak balita hanya membutuhkan dua gelas susu kedelai untuk memenuhi 30 persen kebutuhan protein sehari.

Meski begitu, susu kedelai tidak mengandung vitamin B12 dan kandungan mineralnya, terutama kalsium, lebih sedikit daripada susu sapi. Oleh karena itu, biasanya susu kedelai yang diproduksi pabrik selalu ditambah dengan mineral dan vitamin.

Kemajuan di bidang teknologi juga membuat kedelai menjadi bahan yang digunakan dalam dunia kedokteran. Lesitin dalam minyak kedelai, misalnya, dibuat menjadi infus untuk terapi penyakit jantung koroner.

Salah satu kendala mengapa produk olahan kedelai tidak banyak disukai orang adalah baunya yang langu. Sugiyono mengatakan, bau langu pada kedelai berasal dari reaksi hidrolisis asam lemak tidak jenuh oleh enzim lipoksigenase. Reaksi ini menghasilkan senyawa yang mudah menguap.

”Bau langu dapat dikurangi dengan cara pemanasan yang dapat mengaktifkan enzim. Bau langu juga bisa dikurangi dengan menambahkan sedikit kapur sirih,” kata Sugiyono.

http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.01.27.11401264&channel=1&mn=20&idx=98

Kompas 26-Jan-08: Petani Tak Dapat Penuhi Pasar (Sumatera Utara)

Petani Tak Dapat Penuhi Pasar
Sabtu, 26 januari 2008 | 13:04 WIB

Medan, Kompas - Petani tidak bisa memenuhi permintaan kebutuhan jagung di Sumatera Utara. Padahal, untuk pakan ternak saja, dibutuhkan 1.000-1.500 ton jagung per hari. Akibatnya, sebagian besar jagung dipenuhi dari impor. Sementara sarana pascapanen, yang juga persolaan lama, dituding sebagai pemicu kondisi ini.

”Permintaan selalu tinggi. Karena itu, kami ingin memperluas lahan dari 40 hektar menjadi 100 hektar. Permintaan dari industri belum dapat kami penuhi,” kata pengusaha jagung asal Medan, Mak Pak Kim, Jumat (25/1), dalam diskusi bersama Dewan Jagung Nasional di Medan.

Kim optimistis harga jagung akan membaik, asalkan sarana pascapanen memadai. Saat ini harga jagung kering Rp 2.450 per kilogram (kg), sedangkan jagung basah Rp 1.800-Rp 2.000 per kg.

Persoalan hama pengganggu tanaman jagung, menurut Kim, sudah diatasi sehingga tingkat produksi bisa mencapai 14 ton per hektar. Selain sarana pascapanen, petani juga menghadapi persoalan pengembangan usaha pertanian jagung. ”Para petani kesulitan meminjam modal dari bank untuk memperluas tanaman jagung,” ujarnya.

Wakil Kepala Dinas Pertanian Sumut Rustam Djamaan membenarkan adanya kekurangan stok jagung. Persoalan sarana pascapanen juga diakuinya sebagai kendala serius. Kurangnya sarana pascapanen yang memadai itu membuat petani tidak bisa menyimpan produk mereka lebih lama. Akibatnya, harga jagung kerap labil saat masa panen lewat.

Anggota Dewan Jagung Nasional, Fadel Muhammad, menuturkan, secara nasional kebutuhan jagung Indonesia sebanyak 16 ton-17 juta ton per tahun. Kebutuhan itu kebanyakan masih dipenuhi jagung impor.

”Pengembangan jagung butuh intervensi pemerintah. Jika tidak, petani tidak akan bergairah menanam jagung, apalagi jika harganya tidak stabil. (ndy)

http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.kompascetak.xml.2008.01.26.13042049&channel=2&mn=9&idx=9

Bisnis 15-Jan-08: Agung: Pemerintah ambil langkah atasi kelangkaan kedelai

Selasa, 15/01/2008 14:50 WIB

Agung: Pemerintah ambil langkah atasi kelangkaan kedelai

oleh : Djony Edward

BANDAR LAMPUNG (Antara): Ketua DPR Agung Laksono meminta pemerintah segera mengambil langkah untuk mengantisipasi kelangkaan kacang kedelai dengan cara membebaskan bea masuk impor. 


"Upaya tersebut untuk menyediakan kedelai dan menormalkan harganya," kata dia, di Bandarlampung, Selasa. 

Selanjutnya, katanya, pemerintah yakni Departemen Pertanian, harus membuat program penyediaan kedelai melalui perluasan lahan pertanian atau ekstensifikasi maupun intensifikasinya. 

"Kalau selama ini produksi dalam negeri hanya 35 persen dan impor 65 persen, upayakan dibalik yakni impor hanya 35 persen," katanya. 

Kebijakan terus mempertahankan impor kedelai, menurut dia, hanya menguntungkan importir saja, bahkan memungkinkan untuk terjadinya manipulasi saat persediaan cukup tinggi. 

Agung menyarankan agar masalah kedelai kembali diurus oleh Bulog, sehingga ada yang bertanggung jawab ketika terjadi kelangkaan. 

"Masalah yang menyangkut rakyat tidak hanya beras. Karena banyak masyarakat yang menggantungkan dari kedelai dan rakyat harus ditolong," kata dia. 

Pemerintah harus menolong rakyat, karena rakyat tidak bisa berdiri sendiri. 

Sementara dengan kelangkaan kedelai, harga tempe dan tahu di Bandarlampung mengalami peningkatan 100 persen. 

Tempe ukuran sedang yang biasanya dijual Rp1.000 per potong, saat ini dijual Rp2.000.

http://web.bisnis.com/sektor-riil/agribisnis/1id38980.html

Bisnis 16-Jan-08: Indonesia bisa hentikan ketergantungan impor kedelai (Jambi)

Rabu, 16/01/2008 10:20 WIB

Indonesia bisa hentikan ketergantungan impor kedelai

oleh : Djony Edward

JAMBI (Antara): Ketergantungan Indonesia, khususnya Provinsi Jambi, terhadap kedelai impor dapat dihilangkan bila potensi lahan yang masih cukup luas terdapat di berbagai daerah digarap secara serius oleh petani dengan bantuan pemerintah. 

Pakar Ilmu Tanah dan Sumber Daya Alam dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ir Suwardi M Agr di Jambi, Rabu, menanggapi ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor, mengatakan terdapat ratusan ribu hektar lahan rawa gambut di kawasan pantai timur Jambi yang berpotensi untuk pengembangan kedelai. 

Hasil ujicoba yang sudah dikembangkan, produksi kedelai di daerah itu mampu menghasilkan 1,3 ton/hektar dalam satu musim panen, dan bisa ditingkatkan menjadi 1,5 ton/hektar 

Selain kuantitas, kualitas kedelai di kawasan pantai timur juga bisa menyaingi dan lebih baik kedelai impor dari Amerika yang kini menguasai pasar di Indonesia. 

Pemerintah Provinsi Jambi menargetkan memanfaatkan 14.000 hektar lahan rawa gambut di pantai timur untuk areal tanaman kedelai, namun hingga kini rencana itu belum terealisasi. 

Diyakini bila pengembangan 14.000 hektar lahan itu bisa diwujudkan, kedelai yang diproduksi tidak saja mampu memenuhi kebutuhan lokal, bahkan pasar luar daerah dan ekspor. 

Hal itu bisa diwujudkan bila pemerintah atau instansi terkait serius membina petani dalam penangkaran benih dan pencarian varietas unggul yang cocok dengan kondisi tanah setempat, ujar Suwardi. 

Pemerintah juga harus menyiapkan dana cadangan bila terjadi "over" produksi untuk membeli kedelai petani, supaya mereka tidak menderita kerugian serta tetap semangat menanam tanaman tersebut.

http://web.bisnis.com/sektor-riil/agribisnis/1id39137.html


26 January 2008

Bisnis 17-Jan-08: Bulog siap stabilkan harga kedelai

Kamis, 17/01/2008 16:32 WIB

Bulog siap stabilkan harga kedelai

oleh : John Andhi Oktaveri

JAKARTA: Perum Bulog siap menstabilkan harga kedelai jika diminta pemerintah untuk menangani komoditi yang kini melambung sampai di atas Rp7.200 per kilogram tersebut. 

"Kalau pemerintah ingin instrumen kendali yang efektif, yang bisa dimanfaatkan ya Bulog," kata Dirut Perum Bulog Mustafa Abubakar pada Diskusi Ketahanan Pangan di Kantor Wapres hari ini. 

Dia menyebutkan Bulog memiliki pengalaman panjang untuk berperan menstabilkan harga. Menurut Mustafa, di masa lalu Bulog mengelola banyak komoditas strategis yang dulu disebut sembilan bahan pokok (sembako) termasuk kedelai yang sebelumnya hanya seharga Rp3.000 per kilogram. 

"Kalau sekarang� kita cuma menangani beras. Tetapi kalau pemerintah meminta kedelai, kita juga siap," katanya menjelaskan. 

Mustafa merujuk keberhasilan Bulog menstabilkan harga beras tahun lalu. Pada tahun 2007, katanya, Bulog berhasil mengatasi gejolak harga beras. Menurut dia, Bulog tidak perlu memonopoli penanganan komoditi kedelai melainkan cukup diberi kuota bersama pengusaha kedelai lainnya. 

"Jadi peran kita hanya sebagai penyeimbang sehingga harga kedelai bisa distabilkan," ujar Mustafa yang sebelumnya bertemu Wapres Jusuf Kalla untuk melaporkan kondisi Bulog dan ketahanan pangan. 

Mustafa mengaku Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla sudah menanyakan kemungkinan Bulog menangani komoditas kedelai. Dia menilai ketergantungan kedelai Indonesia pada kedelai Amerika Serikat harus bisa dicarikan jalan keluar. 

Kondisi itu terjadi karena kedelai dari negara lain seperti Brasil dan Argentina tidak sesuai untuk kebutuhan konsumen Indonesia. Bahkan kedelai domestik pun juga tidak bagus untuk pembuatan tempe. 

"Kedelai kita hanya bagus untuk membuat tahu, kalau untuk tempe, kedelai AS kelas dua yang bagus," ujarnya. 

Pada bagian lain dalam diskusi yang dilakukan Forum Komunikasi Istana Wakil Presiden (Forwapres) itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan, Winarno, juga meminta Bulog menstabilkan harga kedelai. 

Dia menyatakan jika dibiarkan penuh pada mekanisme pasar, harga kedelai akan sangat bergejolak dan merugikan petani. "Bulog juga harus menangani kedelai juga, kalau hanya tangani beras namanya ganti saja menjadi Buras bukan Bulog," tegasnya. (dj)


http://web.bisnis.com/sektor-riil/agribisnis/1id39336.html