30 January 2008

Bisnis 14-Jan-08: Presiden pencinta tempe

Senin, 14/01/2008 14:31 WIB

Presiden pencinta tempe

oleh : Djony Edward

JAKARTA (Antara): Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta menteri terkait membahas persoalan kenaikan harga kedelai yang mengakibatkan perajin tahu tempe mengalami kesulitan. 

"Presiden sejak dulu pencinta setia tahu dan tempe, dan memerintahkan supaya Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian bertemu para perajin tahu tempe," kata Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng, usai bertemu dengan sejumlah wakil perajin tahu tempe se Indonesia, yang melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin. 

Menurut Andi, Presiden meminta Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu dan Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono menjelaskan persoalan melonjaknya harga kedelai yang menjadi aspirasi para pengunjuk rasa. 

Sekitar pukul 10.00 WIB, sekitar tiga ribu perajin tahu tempe DKI Jakarta, menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Presiden, akibat semakin melambungnya harga kacang kedelai. 

Pada pukul 13.00 ini Menko Perekonomian Boediono dilaporkan, juga akan menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah menteri membahas persoalan tersebut. 

Ketua Perhimpunan Primkop M. Sukaryo menyampaikan bahwa perajin tahu tempe kesulitan bahan baku produksi karena harga kedelai melonjak sejak tiga bulan terakhir, dari sekitar Rp3.450 per kg menjadi Rp7.500 per kg. 

"Itulah kesulitan perajin tahu tempe yang membutuhkan perlindungan pemerintah terutama agar diciptakan stabilitas harga kedelai ke depannya," kata Sukaryo. 

Ia juga menyampaikan ucapan terima kasih atas tanggapan pemerintah dan akan mengawasi terus kebijakan yang akan ditempuh pemerintah untuk menurunkan dan menstabilkan harga kedelai. 

"Kami meminta dalam jangka waktu 3-4 bulan ke depan, pemerintah memberikan suntikan dana kepada perajin tahu tempe karena kebijakan yang diambil pemerintah pasti tidak akan langsung berpengaruh terhadap penurunan harga kedelai," katanya.


http://web.bisnis.com/sektor-riil/perdagangan/1id38759.html

Bisnis 18-Jan-08: Harga tempe di Sukabumi melejit jadi Rp8.000

Jumat, 18/01/2008 15:47 WIB

Harga tempe di Sukabumi melejit jadi Rp8.000

oleh : Djony Edward

SUKABUMI (Antara): Harga tempe di Sukabumi kini mencapai Rp8.000/papan yang sebelumnya mencapai Rp4.000/papan, sehingga menyulitkan warga Sukabumi untuk membeli produk pangan dari kedelai tersebut. 

"Akibat harga kedelai naik hingga 100%, harga tempe dan tahu juga mengalami kenaikan cukup signifikan," kata salah seorang pedagang tahu dan tempe di Pasar Pelita Kota Sukabumi, Komar (55) di Sukabumi, Jumat. 

Dikatakannya, harga tempe saat ini dijual dengan harga Rp 8.000/papan, padahal sebelumnya hanya mencapai Rp4.000/papan, sementara harga tahu yang sebelumnya sebesar Rp200/buah, kini naik menjadi Rp300/buah. 

Menurut dia, tingginya harga tahu dan tempe mengakibatkan jumlah pembeli yang kebanyakan para penjual gorengan keliling itu mengalami penurunan cukup signifikan hingga mencapai 80 persen, sehingga dirinya mengurangi pasokan dari pengusaha tahu dan tempe di Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi. 

"Biasanya saya membeli hingga satu kuintal lebih, kini hanya 70 hingga 80 kg/hari. Bahkan, terkadang tidak habis terjual," keluhnya. 

Pedagang lainnya di Pasar Tipar, Yayan Suryana (35), mengatakan, dengan naiknya harga kedelai impor sebesar 100 persen, harga tahu juga naik 100 persen. 

"Biasanya saya jual tahu Rp100/buah, kini dijual dengan harga Rp200/buah. Sementara tempe, biasa saya jual Rp3.500/potong berukuran 15cm x 20cm, kini saya jual Rp5.500/potong," katanya. 

Agar tidak terlalu rugi, dirinya juga memotong tempe lebih kecil dan lebih tipis dari biasanya, pasalnya saat ini jarang sekali konsumen yang membeli tahu dan tempe. 

"Omset penjualan saya menurun drastis. Biasanya bisa menjual enam papan, kini hanya dua papan. Itu pun tidak habis terjual," keluhnya seraya menambahkan pendapatannya pun berkurang dari Rp400 ribu menjadi Rp200 ribu. 

Sementara itu, sebagian warga Kota Sukabumi mengeluhkan tingginya harga tahu dan tempe yang naik hingga dua kali lipat dari harga sebelumnya, dan ukurannya pun lebih kecil. 

"Biasanya saya membeli tahu Rp1.500/bungkus (isi 10 buah-red), kini harganya mencapai Rp3.000/bungkus. Sementara harga tempe tidak berubah, namun ukurannya diperkecil dari kondisi normal," kata salah satu pedagang nasi di Jalan Siliwangi Kota Sukabumi, Entin (56). 

Menurut dia, bila harga tidak kembali normal, maka kemungkinan ia tidak akan menjual tahu dan tempe sebagai lauk di warung nasinya. 

Sementara pedagang sembako yang menjual kacang kedelai, Ii Solihat (57), menyebutkan harga kacang kedelai lokal saat ini mencapai Rp8.500/kg, padahal sebelumnya harga jauh dibandingkan saat ini. "Banyak pembeli yang mengeluhkan tingginya kacang kedelai," ujarnya. 

Sebelumnya, Walikota Sukabumi, Mokh Muslikh Abdussyukur, menyatakan akan mempertimbangkan melakukan operasi pasar terkait langkanya tahu dan tempe. 

"Kami akan mengecek terlebih dahulu penyebab langkanya tahu dan tempe. Saya akan membicarakan masalah ini dengan Kabag Perekonomian, apakah diperlukan OP atau tidak pasalnya pelaksanaan OP harus berkoordinasi dengan pihak Bulog," katanya.

http://web.bisnis.com/sektor-riil/perdagangan/1id39576.html

Bisis 30-Jan-08: Lima Produk Pangan Terindikasi Kartel

Rabu, 30/01/2008

'5 Produk pangan terindikasi kartel'

JAKARTA: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengindikasikan terjadinya praktik oligopoli perdagangan lima komoditas selama ini, yaitu beras, gula, kedelai, bawang merah, dan tembakau.

Menurut Ketua KPPU Mohammad Iqbal,� dominasi oleh beberapa perusahaan pada pasar lima komoditas itu (oligopoli) mengarah ke kartel harga.

"Indikasi [oligopoli mengarah kartel] di sektor pertanian, dan kami� konsentrasi pada beras, gula, kedelai, bawang merah, tembakau," kata Iqbal kepada pers, akhir pekan lalu.

Terkait dengan konsentrasi penelusuran KPPU pada lima komoditas tersebut, lanjutnya, karena KPPU menaruh perhatian besar pada industri yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Iqbal mengakui tugas lembaganya yang menegakkan persaingan sehat mendapat temuan awal bahwa industri yang menguasai hajat hidup orang banyak di Indonesia, sebagian besar diindikasikan kartel. "Kasusnya sama, yaitu ketika panen harga turun. Sebaliknya jika pasokan barang sedikit, harga naik."

Dia menjelaskan adanya penyesuaian harga terkait pasokan dan permintaaan memang merupakan keseimbangan pasar yang biasa terjadi. Namun, kenaikan dan penurunan harga yang terjadi di lima komoditas yang kini diteliti KPPU tersebut, dinilai tidak normal.

"Kami ingin konsumen diuntungkan. Misalnya, kalau barang kurang kenaikan harganya tidak mencolok. Kalau lagi banyak [produknya], turunnya harga tidak membuat produsen jadi rugi. Kalau persaingan sehat bisa seperti itu."�

Menurut Iqbal, dari lima komoditas yang tengah disorot KPPU, hanya tembakau yang akan dimulai penelitiannya, sedangkan beras, gula, kedelai, dan bawang merah, masih dalam tahap penelusuran.

Jadwal ulang

Sementara itu, Iqbal menjelaskan importir kedelai Cargill Indonesia minta penjadwalan ulang selama satu hingga dua minggu ke depan, atas pemanggilan perusahaan itu oleh KPPU pada minggu lalu terkait dengan dugaan oligopoli pasar kedelai.

Iqbal mengungkapkan pada dasarnya lembaga yang dipimpinnya mengabulkan mundurnya jadwal tersebut, dan memaklumi alasan Cargill Indonesia yang menyatakan belum siap untuk menyampaikan informasi kepada KPPU.

Oleh Linda T. Silitonga
Bisnis Indonesia