20 February 2008

Bisnis 18-Feb-08: Harga gandum, CPO & kedelai berpotensi naik sepanjang 2008


Valas & Komoditas
Senin, 18/02/2008
Harga gandum, CPO & kedelai berpotensi naik sepanjang 2008
JAKARTA: Harga komoditas bahan pangan masih berpotensi naik sepanjang 2008 khususnya produk yang memiliki peranan sebagai bahan bakar alternatif seperti gandum, kedelai, dan CPO.

Citigroup Indonesia memproyeksikan permintaan atas komoditas pangan khususnya yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif masih tinggi yakni dari negara-negara emerging market. Dengan demikian harga komoditas itu masih berpeluang naik sepanjang 2008-2009.

Namun untuk komoditas lain, khususnya logam dan minyak mentah dunia, menurut Director Country Economist Citigroup Indonesia Anton Gunawan, harganya mulai menunjukkan penurunan seiring berkurangnya permintaan.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) hingga menunjukkan tanda-tanda menuju resesi ekonomi, menjadi pemicu menurunnya harga logam dan minyak mentah. Permintaan akan berkurang, sehingga ekspor dari negara-negara produsen ke AS berkurang.

Perubahan harga sejumlah komoditas
TahunEthanolJagungEmasMinyak mentah
20048,25%-16,77%5,43%33,61%
20055,91%6,94%20,36%44,92%
200635,32%80,88%23,18%0,02%
2007-11,01%16,72%30,95%57,22%
Sumber: Citigroup Indonesia yang diolah dari Bloomberg

Citigroup memprediksi volume impor AS terus menunjukkan penurunan. Pada kuartal I 2008 negara itu tidak melakukan pembelian dari negara lain.

Namun pada kuartal II dan ke III volume impor terus menurun yakni menjadi minus 0,6 dan minus 0,5, dan pada kuartal keempat kembali nol.

Persediaan minyak

Departemen Energi AS pada 13 Februari 2008 melaporkan jumlah persediaan minyak mentahnya naik 6,4% menjadi 18,2 juta barel sepanjang lima pekan terakhir. Total permintaan minyak turun 1,8% menjadi 20,1 juta barel pada pekan lalu. AS merupakan negara konsumen minyak terbesar dunia.

Merrill Lynch & Co memproyeksikan permintaan atas komoditas pertanian dan logam mulia masih tinggi setahun ini khususnya dari negara emerging market. Kurs dolar AS yang semakin melemah dan menurunnya harga saham di AS memicu para investor mencari alternatif investasi.

"Tahun ini akan menjadi tahun positif bagi pertumbuhan keuntungan dari sektor komoditas. Permintaan yang masih tinggi dari emerging market, produksi yang terbatas, dan persediaan yang berkurang menjadi faktor pemicu tingginya harga," kata Francisco Blanch, head of global commodities research Merrill Lynch seperti dikutip Bloomberg.

Sepanjang 2008 pasokan dan permintaan produk pertanian semakin ketat, seperti untuk produk-produk gas alam, kacang kedelai, minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO), nikel, emas, dan perak. Persediaan minyak dan produk pertanian global terus menunjukkan penurunan karena permintaan yang tinggi sehingga memicu lonjakan harga.

Blanch menambahkan harga kedelai, gandum, dan CPO setahun ini terus memperbaharui rekor tertingginya dipicu meningkatnya permintaan dari India dan China.

Pasokan kedelai ke AS terus menurun setelah petani mengurangi tanamannya dalam empat tahun ini menjadi 2,6 miliar bushel. Persediaan kedelai AS akan anjlok 160 juta bushel dari 574 juta tahun ini.

Harga kontrak berjangka kedelai mencapai rekor US$13,98 per bushel pada perdagangan akhir pekan. Setahun ini harga sudah melonjak 86%.

Harga perak akan bertengger dikisaran US$14,46 per ounce pada 2008, dibandingkan dengan harga rata-rata pada 2007 sebesar US$13,39. (berliana.elisabeth@bisnis.co.id)

Oleh Berliana Elisabeth S.
Bisnis Indonesia

© Copyright 2001 Bisnis Indonesia. All rights reserved. Reproduction in whole or in part without permission is prohibited.

Bisnis 18-Feb-08: Pemerintah jaga harga HPP kedelai minimum Rp5.500 per kg


Agribisnis
Senin, 18/02/2008
Pemerintah jaga harga HPP kedelai minimum Rp5.500 per kg
JAKARTA: Pemerintah akan menjaga harga kedelai di tingkat perajin tahu dan tempe stabil pada batas harga minimum Rp5.500 per kg dan maksimal Rp6.500 per kg melalui pengadaan kedelai lokal oleh Perum Bulog.

"Harga di pasar kita harapkan tidak lebih dari Rp6.000-Rp6.500 per kg sampai di tingkat produsen tahu tempe. Itu bagi petani sudah untung, mungkin konsumen bilang mahal tetapi tempe dan tahu kandungan gizinya lebih tingggi daripada nasi," kata Dirjen Tanaman Pangan, Departemen Pertanian, Sutarto Alimoeso, akhir pekan lalu.

Dalam rangka itu, Deptan bersama Perum Bulog dan Bank Artha Graha Internasional akan bekerja sama untuk mendorong petani menanam kedelai sehingga produksi nasional meningkat hingga mencapai status swasembada.

Kerja sama itu akan ditindaklanjuti dengan penandatanganan nota kesepahaman dalam waktu dekat itu.

Nota itu isinya berupa program jaminan pembelian kedelai petani dengan harga yang ditetapkan pemerintah (HPP/harga pembelian pemerintah) dan Bulog sebagai penyalur kebutuhan perajin tahu dan tempe melalui Inkopti (Induk Koperasi Tahu Tempe) dan Primkopti (Primer Koprasi Tahu Tempe Indonesia).

Kebutuhan dan produksi kedelai (juta ton)
Kebutuhan2
Produktivitas1,3
Pasokan impor1,2
Pasokan dalam negeri0,6
Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, 2008

"Kita harapkan minimum [HPP] bisa Rp5.500 per kg. Ini sesuai dengan desakan rakyat melalui DPR. Bulog diminta menjadi penyangga untuk komoditas kedelai," ujarnya.

Dengan HPP sebesar itu, lanjutnya, harga kedelai di tingkat pengrajin tahu dan tempe dapat ditahan antara Rp6.000 dan Rp6.500 per kg. Deptan nantinya akan membina petani untuk mengelola lahan kedelai seluas minimal 100.000-200.000 hektare yang diperkirakan bisa memproduksi sekitar 300.000 ton per tahun.

Menurut dia, butir utama yang akan dimasukkan dalam MoU antara Deptan dan Perum Bulog adalah Ditjen Tanaman Pangan bersama dinas pertanian serta pemprov melakukan pembinaan pada petani.

Produksi naik

Selanjutnya hasil produksi akan dibeli Bulog dengan patokan HPP dengan menggunakan fasilitas anggaran dari perbankan. Menurut dia, peran Bulog sebagai offtaker yang membeli kedelai sesuai HPP diharapkan bisa meningkatkan produksi kedelai nasional. Jaminan harga akan menyokong upaya pemerintah menuju kemandirian produksi kedelai, hingga mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Produksi kedelai dalam negeri tahun lalu baru mencapai sekitar 600.000 ton, jauh lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat dalam setahun yang mencapai 1,8 juta hingga dua juta ton. "Kita harapkan dengan itu petani bergairah (menanam kedelai) dan mendapat keuntungannya wajar," katanya.

Selama ini, kebutuhan kedelai yang sebesar 1,8 juta ton hingga 2 juta ton per tahun lebih banyak dipasok dari impor mengingat produksi dalam negeri hanya 600.000 ton. (k34) (linda.silitonga@bisnis.co.id/martin.sihombing@bisnis.co.id)

Oleh Linda T. Silitonga & Martin Sihombing
Bisnis Indonesia

© Copyright 2001 Bisnis Indonesia. All rights reserved. Reproduction in whole or in part without permission is prohibited.

Bisnis 19-Feb-08: Inkopti & Inkobama Didorong Distribusikan Kedelai Impor


Usaha Kecil & Koperasi
Selasa, 19/02/2008
Inkopti & Inkobama didorong distribusikan kedelai impor
JAKARTA: Kementerian Koperasi dan UKM mendorong Inkopti dan Inkobama menjadi distributor kedelai untuk produsen tahu dan tempe, setelah memperoleh tiga perusahaan yang berkomitmen mengimpor komoditas bahan baku tersebut.

Asisten Deputi Urusan Ekspor Impor Kementerian Koperasi dan UKM Prijadi Atmadja mengatakan kebijakan tersebut untuk memberdayakan jaringan koperasi dan anggotanya yang menghadapi kelangkaan kedelai.

"Kedua induk koperasi yang kami dorong menjadi distributor kedelai ke perajin tahu dan tempe adalah Inkopti dan Inkobama," ujar kepada Bisnis kemarin.

Induk Koperasi Tahu Tempe (Inkopti) memiliki jaringan koperasi primer tahu tempe (kopti) hingga 200 unit yang tersebar di berbagai daerah, sedangkan Induk Koperasi Bahan Makanan (Inkobama) juga memiliki jumlah anggota yang sama.

Terkait dengan nama calon pengimpor kedelai, Prijadi tidak bersedia menyebut nama perusahaan yang akan menjadi importir alternatif tersebut. "Ada tiga perusahaan skala UKM masuk dalam nominasi importir alternatif."

Mereka dianggap layak menjadi importir, karena berpengalaman menjalin kerja sama dengan pihak asing, seperti melakukan pameran berkesinambungan di mancanegara dan memiliki jaringan bisnis.

Meski upaya memaksimalkan anggota kedua induk koperasi tersebut sudah matang, tapi Kemenkop masih harus berjuang untuk melakukan fasilitasi unit-unit koperasi tersebut untuk mendapatkan kredit usaha rakyat (KUR).

KUR, kata Prijadi, tidak diperuntukkan bagi koperasi, tapi kepada individu pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Sedangkan kerja sama dengan importir alternatif, koperasi-koperasi memerlukan modal.

"Salah satu poin yang harus dipenuhi sehingga importir alternatif tersebut bersedia memasok kedelai ke Indonesia adalah jaminan atas distribusi dan jangka pembayaran komoditas," papar Prijadi.

Untuk memperlancar arus masuk kedelai impor sekaligus memenuhi kebutuhan perajin tahu tempe, Kemenkop melakukan upaya agar anggota dari dua induk koperasi bisa mendapat program kredit usaha rakyat (KUR).

Prijadi akan melakukan presentasi di hadapan enam bank penyalur KUR bahwa koperasi juga layak mengakses dana itu. "Kami akan tawarkan agar koperasi juga mempunyai kewajiban menanggung risiko kemacetan."

Dengan asumsi pinjaman maksimal Rp500 juta, keterlibatan koperasi bisa menjawab kebutuhan bahan baku tahu dan tempe. Dari 120.000 ton per bulan kedelai kebutuhan nasional, sebanyak 80.000 ton di antaranya untuk keperluan perajin tahu dan tempe.

Belum jelas

Terkait dengan penawaran kerja sama importir dengan anggota koperasi yang difasilitasi Kemenkop, Ketua Inkopti Achmad Sulchan menilai penawaran itu belum jelas, karena masih sebatas wacana.

"Kami tetap berupaya mencari jalan terbaik untuk ditribusi kedelai di Indonesia. Karena itu kami terus berembug dengan berbagai pihak, termasuk dengan pejabat Kemenkop dan UKM," paparnya.

Tentang tawaran dari Kemenkop agar anggota Inkopti memanfaatkan fasilitas KUR supaya peranan importir baru bisa maksimal mendatangkan kedelai, Sulchan kembali menekankan bahwa itu juga masih sebatas wacana.

Sulchan mengatakan koperasi sekunder yang dipimpinnya selama ini juga berperan sebagai distributor karena menyalurkan kedelai kepada perajin tahu tempe.

Jaminan bahwa suplai kedelai akan lancar jika menjalin kerja sama dengan importir baru, Sulchan mengatakan itupun belum jelas. "Masih wacana," ujarnya. (ginting.munthe@bisnsis.co.id)

Oleh Mulia Ginting Munthe
Bisnis Indonesia

© Copyright 2001 Bisnis Indonesia. All rights reserved. Reproduction in whole or in part without permission is prohibited.