22 January 2008

Kompas 22-Jan-08: Rezeki Para Peternak Terbang Bersama Harga Pakan

Rezeki Para Peternak Terbang Bersama Harga Pakan
Selasa, 22 januari 2008 | 04:12 WIB

Agustinus Handoko

Nana Sumarna (35) duduk tak bersemangat di teras rumahnya. Sudah sebulan terakhir, Nana tak memiliki aktivitas rutin lagi. Kalau ada yang membutuhkan tenaganya, dia baru keluar rumah. ”Sekarang jadi buruh serabutan lagi,” ujarnya singkat.

Nana memang harus kembali ke kehidupan lamanya menjadi buruh serabutan paska panen terakhir ayam kampung di kadangnya di Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat sebulan lalu. ”Saya sebetulnya sudah sangat menggantungkan hidup dari beternak ayam kampung ini. Dampaknya bagi perekonomian keluarga sangat terasa selama saya beternak ayam kampung.”

Namun usaha ternak ayam kampung kecil-kecilan yang dirintis Nana setahun lalu harus berhenti di tengah jalan. ”Harga pakan sudah tak terjangkau lagi. Maka, ya sudahlah daripada saya rugi uang dan tenaga, lebih baik berhenti,” kata Nana. Setelah panen terakhir 300 ekor ayam kampungya menjelang Natal 2007 lalu, Nana dilanda keragu-raguan apakah akan kembali mengisi kandangnya dengan ayam umur sehari (day old chicken/DOC) atau tidak.

”Saat itu, harga pakan dan DOC sudah naik terus. Saya memutuskan untuk menunggu sampai harganya turun lagi. Namun, ternyata sampai sebulan tidak turun, dan bahkan masih terus naik,” kata Nana.

Nana adalah satu di antara 150 peternak ayam kampung rakyat di Kabupaten Sukabumi yang terpukul oleh kenaikan harga pakan buatan pabrik belakangan ini. Di toko pakan ternak eceran, harga pakan pabrik sudah sampai Rp 4.500 per kilogram pada Senin (21/1). Padahal, enam bulan lalu, harga pakan pabrik masih pada kisaran Rp 3.000. Sementara itu, harga DOC yang semula hanya Rp 3.750 naik menjadi Rp 4.500 per ekor.

Para peternak yang akan beralih ke pakan buatan sendiri pun terbentur kenaikan harga bahan bakunya, kedelai dan jagung. Harga kedelai lokal naik dari Rp 3.000 menjadi Rp 6.300, dan jagung naik dari Rp 2.000 menjadi Rp 2.700.

Ipang Supandi (27), peternak lainnya di Desa Tenjolaya juga sudah menutup usahanya, awal Januari lalu setelah panen 150-an ekor. Kandang di lahan milik orang lain itu pun dibiarkan kosong tanpa bibit ayam. ”Saya tertolong karena punya peternakan kecil-kecilan walaupun saya dirikan di lahan milik orang lain.”

Menurutnya, para peternak benar-benar hanya akan bisa hidup kalau pemerintah turun tangan. Ipang berharap, ada campur tangan yang nyata dari pemerintah untuk mengembalikan harga pakan yang kini sudah tak terjangkau lagi.

Ipang mengatakan, para peternak ayam kampung rakyat di Kabupaten Sukabumi sebetulnya sudah menemukan ritme yang pas dalam menjalankan usaha ternaknya. ”Jiwa wirausaha kami sudah terbentuk. Namun, kalau sudah berhadapan dengan persoalan harga pakan, ilmu yang kami pelajari dari pengalaman ini sudah tak berarti lagi.”

Beternak ayam kampung dalam skala kecil, ternyata sudah cukup bagi para peternaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka saat harga pakan belum naik. ”Dengan memelihara 300 ekor misalnya, keuntungannya sudah cukup untuk makan sehari-hari, uang jajan dan biaya sekolah anak,” ujar Ipang. Sebelum kenaikan harga pakan dan DOC, peternak masih bisa mengantongi untung Rp 4.700 per kilogram ayam kampung. Namun, kini hanya tinggal Rp 2.200. Jika dihitung dengan waktu pemeliharaan dan tenaga yang dikeluarkan para peternak, keuntungan itu sudah tak memadai lagi.

Wakil Ketua Kelompok Peternak Rakyat Ayam Kampung Sukabumi, Mahmud Daood mengatakan, kenaikan harga pakan adalah pukulan telak yang kedua kalinya bagi peternak. Sebelumnya, peternakan ayam kampung diguncang oleh flu burung. ”Ayam kampung selalu dituding sebagai penyebab flu burung. Padahal, peternakan milik rakyat ini justru menjadi korban penyebaran flu burung dari peternak ayam ras yang memiliki unggas puluhan ribu hingga ratusan ribu ekor,” kata Mahmud.

Perlahan-lahan, peternak ayam kampung rakyat bangkit dari keterpurukan akibat flu burung ini. Pemeliharaan yang baik dengan memerhatikan kesehatan lingkungan kandang dan pemberian vaksin secara periodik dilakukan oleh para peternak sehingga unggas-unggas terhindar dari flu burung.

Dalam dua tahun terakhir lebih, Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza bekerja sama dengan para peternak rakyat di Sukabumi untuk mewujudkan peternakan rakyat yang sehat. Hasilnya memang signifikan. Pola peternakan yang sehat menjadi mindset para peternak ayam kampung rakyat.

Mahmud mengatakan, kenaikan harga pakan menimbulkan efek domino di kalangan peternak. Selain peternak, para pekerja juga harus kehilangan pekerjaan mereka di sini.

Padahal, dalam kurun waktu pemeliharaan 70 hari, untuk memperoleh bobot ayam kampung satu kilogram, seorang pekerja bisa mendapat upah Rp 800.000-Rp 900.000.

Sektor peternakan rakyat ini sangat menarik bagi buruh-buruh serabutan seperti pekerja bangunan yang tidak selalu rutin dibutuhkan tenaganya.

No comments: