18 January 2008

Bisnis 18-Jan-08: Bulog siap impor 50% kebutuhan kedelai nasional

Jumat, 18/01/2008

Bulog siap impor 50% kebutuhan kedelai nasional


JAKARTA: Perum Bulog menyatakan siap melakukan impor kedelai dari Amerika Serikat, setidaknya 50% untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sedangkan pemerintah tengah membahas opsi subsidi harga kedelai.

Dirut Perum Bulog Mustafa Abubakar mengatakan pihaknya sudah menjajaki harga dan jenis kedelai dari Amerika Serikat dan tinggal menunggu penugasan dari pemerintah untuk melakukan impor.

"Kami kini hanya menunggu, apabila ditugaskan kami sudah siap. Untuk penjajakan impor kami sudah lakukan, dan kemungkinan dari AS," kata Mustafa kepada Bisnis, kemarin.

Dia menjelaskan selama ini importir swasta mendatangkan kedelai kelas II dari AS, sehingga pihaknya juga berencana mendatangkan kedelai jenis yang sama, karena sesuai kebutuhan masyarakat Indonesia.

"Harga di AS untuk kedelai kelas II sebesar US$600 per ton, jatuhnya kalau di pasar dalam negeri memang sebesar Rp7.000-an per kg," paparnya.

Menurut dia, kepastian penugasan pemerintah diperlukan karena apabila Bulog melakukan impor sendiri, membutuhkan proses perizinan yang lama. "Kalau dengan penugasan, langsung dapat izin impor dan kuota."

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla memberikan sinyal kepada Bulog untuk melakukan impor kedelai. Demikian pula Dirjen Industri kecil dan Menengah Departemen Perindustrian Fauzi Azis yang mengatakan selain penurunan BM kedelai menjadi 0%, pemerintah juga akan menugaskan Perum Bulog sebagai importir kedelai.

Namun, Bayu Krisnamurthi, Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan� mengatakan belum ada rencana penugasan ke Bulog untuk melakukan impor. "Belum, kan kalau impor juga waktunya juga mendadak."

Beri subsidi

Sumber Bisnis menyatakan pemerintah sedang membahas opsi subsidi untuk meredam harga kedelai, sampai tenggat waktu BM 0% itu efektif pada Maret.

"Rapat kemarin [Rabu] yang sempat dibahas secara intensif adalah subsidi, masalahnya kalau restitusi pajak bea masuk, peraturan kita tidak memungkinkan. Nah subsidi ini yang sedang digodok Depkeu dan Depdag," kata sumber yang menjabat� eselon I di salah satu departemen itu.

Mengenai skema subsidi, menurut dia, ada beberapa opsi, apa itu diambilkan dari anggaran APBN atau pemerintah menanggung pajak pertambahan nilai (PPN) seperti pada minyak sawit. "Semua alternatif itu masih dipersiapkan." 

Menyikapi rencana pemerintah menentukan harga patokan kedelai nasional, Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Budi daya Baran Wirawan menuturkan harga itu harus memperhitungkan keuntungan bagi petani kedelai.

Dengan kondisi seperti saat ini, harga patokan untuk kedelai harus berada di atas biaya produksi sekitar Rp4.000 per kilogram. "Yang ideal itu minimal Rp5.500-Rp6.000 per kilogram karena biaya produksi sudah sampai Rp4.000."

Dengan memperhitungkan margin laba bagi petani, lanjutnya, harga setingkat itu juga jadi insentif bagi petani kedelai yang telantar akibat kebijakan yang memprioritaskan beras.

Direktur Program Pascasarjana Bisnis dan Manajemen IPB Arif Daryanto mengatakan gejolak harga produk turunan kedelai di Tanah Air merupakan bukti kekurangwaspadaan pemerintah dari risiko ketergantungan bahan baku asing.

Arif menuturkan Indonesia dan negara berkembang yang lain 'dininabobokan' oleh kedelai yang mengandung subsidi yang tinggi dari negara maju.� Subsidi pertanian yang tinggi menyebabkan kedelai bisa dijual dengan harga murah.(11/John Andhi Oktaveri/ Aprika R. Hernanda/Lutfi Zaenudin/M. Rochmad Purboyo) (redaksi@bisnis.co.id)

Bisnis Indonesia

bisnis.com

No comments: