20 January 2008

Kompas 19-Jan-08: Bahan Pakan Terus Naik (Juga ke Perikanan)

Bahan Pakan Terus Naik
Sabtu, 19 januari 2008 | 01:42 WIBtes

Jakarta, Kompas - Hampir semua harga komponen bahan baku pakan ternak naik. Meningkatnya harga bahan baku pakan itu membuat peternak unggas dalam posisi terjepit. Untuk dapat bertahan menjalankan peternakannya, mereka harus menaikkan harga jual daging ayam dan telur.

Padahal, di sisi lain, daya beli masyarakat semakin lemah karena kenaikan harga berbagai bahan pangan seperti beras, minyak goreng, minyak tanah, sayur-mayur, tempe dan tahu, daging, serta susu.

”Saat ini harga pakan Rp 4.000 per kilogram atau naik Rp 900 dibandingkan dengan enam bulan lalu. Mulai awal 2007 harga terus naik sampai sekarang,” ungkap Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Budiarto, Jumat (18/1) di Medan, Sumatera Utara.

Menurut Budiarto, harga pakan kemungkinan masih akan naik lagi Rp 300 per kilogram. ”Perusahaan pakan hanya menunggu situasi pasar membaik,” katanya.

Dari tujuh komponen bahan baku pakan, enam di antaranya harganya naik, yaitu jagung, bungkil kedelai (soybean meal/ SBM), tepung daging dan tulang (meat and bone meal/MBM), corn gluten meal (CGM), tepung daging unggas (poultry meat meal/ PMM), dan CPO. Hanya harga dedak yang belum naik.

Kenaikan itu membuat biaya produksi peternakan juga ikut naik sebab 51,4 persen pakan ternak berasal dari jagung dan 18 persen berupa bungkil kedelai. Sisanya, tepung ikan 5 persen, tepung daging dan tulang 5 persen, CGM 7 persen, serta CPO 1-2 persen. Selebihnya dedak.

Empat komponen bahan baku pangan sebagian harus diimpor. Jagung, misalnya, dari 3,6 juta ton untuk kebutuhan pakan sekitar 1,77 juta di antaranya dipenuhi dari impor.

Tahun 2008 kebutuhan jagung diproyeksikan 4,07 juta ton, bungkil kedelai 1,62 juta ton, pollard 1,81 juta ton, dedak 1,21 juta ton, tepung ikan 0,4 juta ton, serta MBM dan PMM 0,4 juta ton.

83 pakan unggas

Budiarto mengatakan, kenaikan harga pakan akan memukul usaha peternakan, terutama ternak unggas. Pasalnya, biaya pakan merupakan 70 persen dari biaya produksi peternakan.

Sekitar 83 persen produksi pakan nasional diserap oleh peternakan unggas. Selebihnya, 6 persen untuk peternakan babi, 3 persen untuk sapi perah, 7 persen untuk akuakultur, dan 1 persen untuk jenis ternak lain.

Perikanan terimbas

Kenaikan harga pakan tidak hanya memukul peternak, tetapi juga pembudidaya ikan. Menurut Koordinator Sosial Ekonomi dan Budaya Dewan Pengurus Harian Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Arif Satria, krisis kedelai dan harga bahan pakan lainnya akan berdampak pada perikanan budidaya.

Sebab, kedelai merupakan sumber protein yang menjadi substitusi tepung ikan dalam pakan ikan. Sebanyak 15-20 persen pakan ikan terdiri dari kedelai.

”Kenaikan harga kedelai merugikan dari sisi ekonomis dan ekologis,” tutur Arif.

Ia mengatakan, kedelai bisa menjadi substitusi untuk kebutuhan pakan sehingga dapat mengurangi eksploitasi terhadap sumber daya ikan di laut untuk kebutuhan pakan.

Oleh karena itu, Arif mengimbau agar Departemen Kelautan dan Perikanan turut memikirkan jalan keluar dari krisis kedelai.

”Ini juga berdampak pada perikanan. Sebab, kandungan alternatif non-ikan dalam kandungan pakan ikan sudah menjadi tren di dunia, yang sangat sensitif terhadap masalah ekologis,” ujar Arif. (MAS/RYO)

http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.kompascetak.xml.2008.01.19.0142324&channel=2&mn=3&idx=3

No comments: