26 January 2008

Bisnis 24-Jan-08: Gubernur: Petani Jateng tak tertarik tanam kedelai

Kamis, 24/01/2008 13:25 WIB

Gubernur: Petani Jateng tak tertarik tanam kedelai

oleh : Djony Edward

MAGELANG (Antara): Para petani di Jawa Tengah umumnya tidak tertarik menanam kedelai karena hasil produksinya relatif lebih rendah ketimbang tanaman lainnya, kata Gubernur Jawa Tengah Ali Mufiz.

"Produksi kedelai tidak menarik petani karena hanya sekitar 1,5 ton per hektar," katanya di sela mendampingi Putra Kaisar Jepang Pangeran Akishino bersama istriya, Kiko Kawashima, berkunjung ke Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jateng, Kamis.

Ia mengatakan masa tanam kedelai yang relatif lebih lama ketimbang komoditas lainnya menjadi alasan para petani setempat tidak tertarik menanam kedelai.

Jika produksi kedelai bisa mencapai sekitar tiga ton per hektar dengan masa tanam lebih singkat, katanya, kemungkinan besar para petani akan tertarik menanamnya.

Pemerintah Provinsi Jateng saat ini sedang menjajaki kerja sama dengan lembaga penelitian bidang pertanian untuk produksi bibit kedelai dengan varietas unggul.

"Butuh rekayasa genetika dan harus dipahami bahwa kedelai sebagai tanaman subtropis sehingga perlu modifikasi," katanya ketika menanggapi kenaikan harga kedelai akhir-akhir ini.

Ia mengatakan, pihak pemprov setempat telah menampung sejumlah usulan tentang pengembangan produksi kedelai lokal yakni kedelai hitam dan pengembangan bibit kedelai asal Kabupaten Grobogan dengan hasil sekitar dua ton per hektare.

"Tetapi itu masih perlu justifikasi dan penelitian empiris," katanya.

Ia mengatakan, jangka pendek sekarang ini perlu percepatan persediaan kedelai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menurunkan harga di pasaran.

Jika harga kedelai tetap tinggi, katanya, dikhawatirkan banyak industri kecil yang berbasis komoditas tersebut akan kolaps.

Jangka panjang, katanya, perlu swasembada kedelai dengan bantuan berbagai pihak terkait.

Ia mengatakan, hingga saat ini produksi kedelai Jateng yang sekitar 150 ribu ton per tahun tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang besarnya sekitar 450 ribu ton per tahun.

"Sehingga harus didatangkan dari luar negeri, padahal harga impor tinggi, kalau lokal Rp6.500,00 per kilogram, impor Rp7.000,00 per kilogram," katanya.

http://web.bisnis.com/sektor-riil/agribisnis/1id40387.html

No comments: